Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah menyusun kompetensi baru untuk Guru dan Kepemimpinan Sekolah. Kompetensi teranyar ini sedang diuji publik dan akan diperkuat dengan masukan dari masyarakat DIRJEN Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Kemendikbud, Praptono mengatakan, kompetensi ini disusun untuk mewujudkan SDM unggul melalui bidang pendidikan. Yakni melalui penguatan peran kepala sekolah dan guru, sehingga guru bisa berdaya dan mampu memberdayakan, begitu juga kepala sekolah bisa menjadi penggerak sekaligus menggerakkan. ”Salah satu pendekatan yang kita lakukan adalah dengan membangun atau menyusun model kompetensi yang bisa dipahami semua yang terlibat dalam pendidikan ini,” terang Praptono. Praptono mengatakan, Model Kompetensi baru ini masih diuji publik dan terus diperkuat, segala masukan bisa disampaikan ke Kemendikbud sampai 28 Maret 2020. Tim Pengembang Uji Publik Model Kompetensi Guru dan Kepemimpinan Sekolah, Bukik Setiawan, menjelaskan, dalam model kompetensi guru terbaru ini ada tiga kategori di dalamnya. Berisi sejumlah kompetensi dan berjenjang, mulai dari berkembang, layak, cakap, hingga mahir. Pertama yakni penguasaan pengetahuan profesional, artinya guru menguasai bidang sekaligus bisa mengajarkan dengan baik ke muridnya. Itu, kata Bukik, merupakan kunci yang membedakan guru dengan ilmuwan. Yakni, bisa mengajarkan konsep ke murid. ”Sebagai pembeda, guru matematika memahami suatu pengetahuan matematika itu diajarkan kepada murid yang itu kurang begitu dikuasai oleh ilmuwan matematika. Itu masuk kategori pertama,” jelasnya. Kompetensi kategori pertama ini, pertama menganalisis struktur dan alur pengetahuan untuk pembelajaran. Kedua menjabarkan tahap penguasaan kompetensi murid, dan ketiga menetapkan tujuan belajar sesuai kurikulum, perkembangan murid dan profil pelajar Indonesia. Kemudian, praktik pembelajaran profesional. Ini kata dia, di kompetensi yang lama yakni pedagogi. ”Tapi di sini praktik pembelajaran. Itu menunjukkan kekhasannya. Harapannya alih-alih menggunakan pedagogi, kami menggunakan praktik pembelajaran karena itu lebih mudah dipahami semua guru,” terangnya. (med/feb/py)