METROPOLITAN - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengeluarkan lima episode Program Merdeka Belajar. Kebijakan dalam program tersebut dirasa membuat para guru kebingungan. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim, mengatakan, ini dikarenakan komunikasi penjelasan kebijakan yang tidak intens. “Jadi bukan hanya guru yang pusing, sekolah juga pusing. Saya di sini melihat ada komunikasi yang gagal dengan guru-guru dan sekolah,” terangnya. Salah satunya penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), di mana aturan RPP hanya satu lembar dan terlalu teknis. “RPP itu mestinya didesain sedemikian rupa, bukan harus satu lembar, karena bukan lembar jadi ukuran. Tapi apakah dilaksanakan proses pembelajaran itu, apakah RPP itu sebagai sesuatu yang autentik,” katanya. Terkait penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dia menyebut dana itu belum bisa merdeka pengelolaan dan penggunaannya. “Akses dana BOS itu rata-rata hampir 90 persen baru oleh kepala sekolah, bendahara dan tuhan yang tahu. Guru belum menikmati untuk akses dana BOS. Belum lagi Mas Menteri bilang selama Pembelajaran Jarak Jauh dana BOS bisa direlaksasi untuk kuota internet,” katanya. Meskipun dikatakan dana BOS bisa digunakan 100 persen untuk kuota internet, hal itu pun disebut melanggar peraturan itu sendiri. Padahal, sebelumnya Nadiem mengatakan dana BOS juga harus bisa membayar guru honorer dan kebutuhan sekolah. “Pertanyaannya apakah memang sekolah tidak punya alat tulis kantor? Dari mana dia bayar listrik?” tuturnya.(jp/feb/py)