METROPOLITAN - Wayang kulit berbahasa Prancis dan gamelan asal tanah air dipentaskan di Konservatori Iannis Xenaki, Kota Evry, Prancis, Rabu (16/2). Pertunjukan wayang kulit ini didukung KBRI Paris dengan lakon “Foret Wanamarta” (Hutan Wanamarta) dan disajikan dalang Ki Christophe Moure dari Asosiasi Pantcha Indra. Kota Evry merupakan bagian dari Kota Metropolitan Grand Paris, terletak 35 kilometer sebelah selatan dari Paris. Duta Besar Republik Indonesia di Paris, Mohamad Oemar, diterima Presiden Universitas Evry, Patrick Curmi. Dalam kesempatan itu, Prof Curmi dan Dubes berdiskusi tentang peluang kerja sama akademik. Dubes Oemar dalam kesempatan ini menggarisbawahi prioritas Indonesia. Salah satunya adalah di bidang maritim. “Saya harap dapat terjalin kerja sama antara Universitas Evry dengan perguruan tinggi di Indonesia untuk bidang ini,” tutur Dubes Oemar. Merespons hal tersebut, Patrick menyampaikan bahwa Universitas Evry terbuka dan siap melakukan kerja sama dengan kampus di Indonesia. “Kampus kami adalah bagian dari Universitas Paris – Saclay yang berada dalam peringkat 14 dunia menurut Shanghai Ranking,” ujaf Patrick. Dalam sambutannya, Duta Besar Oemar menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Kota Evry dan Universitas Evry yang memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk memperkenalkan salah satu seni budayanya kepada masyarakat Prancis. “Saya mengapresiasi teman-teman dari Pantcha Indra yang terus bergerak sebagai duta pengenalan budaya Indonesia kepada masyarakat Prancis,” terang Dubes Oemar. Disampaikan Dubes Oemar, wayang dan gamelan merupakan warisan budaya takbenda Indonesia yang telah diakui UNESCO. “Wayang pada 2008 dan gamelan pada Desember 2021, yaitu dua bulan lalu,” tambah Dubes Oemar. Ia juga berharap pandemi Covid-19 cepat berlalu, sehingga masyarakat Prancis dapat kembali mengunjungi Indonesia. Terpisah, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Paris, Warsito, mengungkapkan, lebih dari 175 penonton yang memenuhi ruangan pertunjukan sangat mengapresiasi penampilan dalang Ki Christophe Moure. “Ki Christophe sangat luwes mendalang,” ujar Warsito. Penampilan wayang didahului dengan lagu-lagu Jawa, di antaranya Rujak Jeruk. “Logat dan gaya banyolan Ki Dalang Christophe Moure yang disampaikan dalam Bahasa Prancis membius para penonton, hingga tidak terasa 90 menit pertunjukan terasa cepat sekali,” imbuh Warsito. Ki Dalang Christophe juga mempersilakan kepada penonton untuk melihat wayang kulit dari bayangan belakang layar. Tepuk tangah riuh sebagai wujud apresiasi penonton, mengakhiri pertunjukan malam itu. Pertunjukan wayang tersebut merupakan penutup dari serangkaian seminar sehari tentang epik dan musik yang diadakan di Universitas Evry, yang dikoordinir Anitha Herr. Salah satu materi seminar adalah wayang kulit yang dipresentasikan oleh Kati Basset, etnomusikolog dari Inalco Paris. Kati mempresentasikan berbagai jenis wayang yang ada di Indonesia, khususnya wayang Bali, wayang Jawa dan wayang Cirebon. “Secara paralel dengan seminar juga diadakan pelatihan gamelan yang diikuti 23 mahasiswa. Mahasiswa ini yang nanti menjadi Duta Promosi Budaya Indonesia dan kerja sama akademik, khususnya di Universitas Evry,” tutup Warsito. (*/feb/py)