Campuran tersebut kemudian diproses ulang agar menyerupai Pertamax dan dijual dengan harga yang lebih tinggi.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa praktik ini diduga terjadi akibat adanya manipulasi dalam produksi kilang dalam negeri.
Baca Juga: Para Camat di Kabupaten Sukabumi Dibekali Ilmu Tata Cara Pendaftaran PBG dan SIMBG
Ia menjelaskan, tiga direktur Sub Holding Pertamina diduga secara sengaja menurunkan produksi kilang.
Akibatnya, pasokan minyak bumi dalam negeri menjadi tidak optimal dan kebutuhan BBM harus dipenuhi melalui impor.
“BBM impor yang seharusnya memiliki kualitas RON 92 ternyata diganti dengan BBM berkualitas lebih rendah, yaitu RON 90. Mereka kemudian melakukan pencampuran di depo agar BBM tersebut terlihat seperti memenuhi standar RON 92,” ungkap Qohar dalam keterangannya.
Baca Juga: Honor Bersiap untuk Merilis Honor Magic V4, Intip Spesifikasi yang Ditawarkan Yuk
Kejaksaan Agung juga mengungkapkan, dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang ini menyebabkan kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar.
Perkiraan total kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp 193,7 triliun. Angka ini terdiri dari beberapa aspek kerugian, di antaranya yakni sebagai berikut.
- Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun.
- Kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp 2,7 triliun.
- Kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp 9 triliun.
- Kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp 126 triliun.
- Kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp 21 triliun.