METROPOLITAN.ID - Di balik kesibukan pasar dan padatnya pemukiman warga, fenomena pinjaman uang kepada bank keliling kembali merebak atau menjamur di Kota Sukabumi.
Padahal, sebelumnya sempat ramai penolakan terhadap para petugasnya yang dinilai merugikan masyarakat.
Namun, realitas di lapangan justru menunjukkan sebaliknya: ekonomi yang semakin terhimpit membuat warga tak punya banyak pilihan.
Bank keliling, atau yang populer disebut kosipa di kalangan masyarakat, tetap menjadi 'penolong instan' bagi warga yang membutuhkan dana cepat.
Persyaratan yang mudah dan proses pencairan kilat menjadi daya tarik utama, meski bunga pinjaman yang dikenakan bisa menjerat peminjam dalam beban utang berlipat ganda.
Nurwati (46), warga Kelurahan Kebonjati, mengaku lebih memilih meminjam ke bank keliling daripada ke bank resmi.
“Kalau ke bank resmi syaratnya banyak, prosesnya lama, dan harus ada jaminan. Kalau ke kosipa, hari ini bilang mau pinjam, langsung cair,” ujarnya.
Senada, Ida (38) warga Kelurahan Nanggeleng, menyebut bahwa bunga yang tinggi memang menyakitkan, tapi seringkali tidak ada opsi lain.
“Kita nggak mau juga minjam ke bank keliling, tapi kondisi memaksa. Mereka cepat kasih solusi, urusan bayarnya nanti dipikirkan,” katanya.
Fakta di lapangan menunjukkan, bunga yang dikenakan mencapai 20 hingga 30 persen dalam satu bulan. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan lembaga perbankan atau koperasi resmi yang diawasi OJK. Sistem pembayaran pun bervariasi, mulai harian, mingguan, hingga bulanan.
Fenomena ini seakan menjadi cermin ketidakmampuan sistem keuangan formal menjawab kebutuhan warga menengah ke bawah. Bank keliling hadir bukan karena masyarakat menyukainya, melainkan karena akses ke lembaga keuangan resmi masih dianggap berbelit dan tidak ramah pada kelompok rentan.
Di tengah maraknya kembali praktik pinjaman ini, Pemerintah Kota Sukabumi didesak untuk hadir dengan solusi nyata. Bukan sekadar imbauan, tetapi kebijakan yang menghadirkan skema pinjaman cepat, aman, dan tidak mencekik warga. Tanpa langkah konkret, masyarakat akan terus terjebak dalam lingkaran utang berbunga tinggi. (sz)