METROPOLITAN.ID - Sosok ulama besar asal Sukabumi, KH Ahmad Sanusi, kembali menjadi pembahasan publik di momentum Hari Pahlawan. Pemerintah pusat melalui Menko Polhukam Mahfud MD selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan pada tahun 2022 resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KH Ahmad Sanusi.
Bagi masyarakat Sukabumi, gelar tersebut menjadi kebanggaan besar. KH Ahmad Sanusi dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Syamsul Ulum Gunungpuyuh sekaligus tokoh agama yang memiliki peran historis dalam fase persiapan kemerdekaan Indonesia.
Ia tercatat sebagai anggota BPUPKI pada 1945 dengan nomor urut 36. Salah satu kontribusinya adalah memperjuangkan dasar negara sehingga melahirkan Indonesia sebagai negara berlandaskan Pancasila.
Peninggalan nyata KH Ahmad Sanusi dalam dunia pendidikan dapat dilihat dari berkembangnya Pesantren Syamsul Ulum yang berdiri sejak 1933. Kini pesantren tersebut semakin maju dengan hadirnya berbagai lembaga di bawah naungannya seperti MTs, MA, SMK, STAI hingga STISIP Syamsul Ulum.
Ketua Umum Yaspi Syamsul Ulum sekaligus cucu KH Ahmad Sanusi, Neni Fauziyah, mengaku tidak menyangka gelar Pahlawan Nasional akhirnya dikabulkan setelah pengusulan dilakukan sejak 2008.
“Awalnya kami tidak percaya. Setelah ada konfirmasi resmi dari Pemprov Jabar, baru kami yakin. Ini bukti kuasa Allah SWT,” kata Neni.
Neni menjelaskan, KH Ahmad Sanusi lahir pada 12 Muharram 1306 H atau 18 September 1888 di Kampung Cantayan. Ia adalah putra ketiga dari KH Abdurrohim atau Ajengan Cantayan, pendiri Pesantren Cantayan. Sejak kecil, Ahmad Sanusi tumbuh dalam lingkungan religius. Pada usia 12 tahun, ia telah hafal Alquran dan menguasai berbagai disiplin ilmu pesantren.
Di usia remaja, ia memperluas ilmunya dengan berguru ke banyak pesantren di Jawa Barat selama 4,5 tahun. Pada 1910, ia menunaikan ibadah haji dan menetap di Mekkah selama 5 tahun untuk menimba ilmu dari ulama internasional. Saking tingginya keilmuan, ia mendapat kesempatan menjadi imam di Masjidil Haram.
Sepulangnya ke tanah air, ia mengajar di Pesantren Cantayan, mendirikan Pesantren Genteng, hingga akhirnya mendirikan Pesantren Syamsul Ulum di Gunungpuyuh pada 1934.
Perjuangannya melawan kolonial Belanda membuatnya beberapa kali ditahan. Total ia menjalani 15 bulan penjara dan 11 tahun status tahanan kota. Dalam masa inilah ia aktif menulis dan menghasilkan sekitar 126 kitab dari berbagai cabang ilmu.
KH Ahmad Sanusi juga banyak mencetak ulama besar yang kemudian mendirikan pesantren di berbagai daerah. Tiga angkatan santrinya tersebar memimpin pesantren besar di Sukabumi, Bogor, Cianjur, Tasikmalaya, Garut, Bandung, Ciamis, hingga Bekasi.
Selain berjuang dalam dakwah, KH Ahmad Sanusi aktif pada lembaga strategis seperti BPUPKI, Jawa Hokokai, Masyumi, KNIP, hingga pernah menjabat Wakil Residen Bogor.
KH Ahmad Sanusi wafat pada 31 Juli 1950 di Pesantren Gunungpuyuh. Jenazahnya dimakamkan di kompleks keluarga di area tersebut.
Untuk menghormati jasanya, Pemerintah Kota Sukabumi mengabadikan namanya menjadi nama jalan utama serta Terminal Tipe A KH Ahmad Sanusi di Jalan Lingkar Selatan.