METROPOLITAN.ID - Drama penyelesaian kasus etik di lingkup DPRD Kota Depok mencapai puncaknya. Badan Kehormatan (BK) DPRD secara resmi mengumumkan sanksi sedang terhadap salah satu anggotanya, berinisial TR, yang diadukan terlibat kasus jual beli proyek, dalam Rapat Paripurna pada Senin, 10 November 2025.
BK DPRD Depok secara tegas menjamin proses ini dilakukan dengan transparan, profesional, dan bebas dari intervensi politik dari pihak mana pun.
Ketua BK DPRD Kota Depok, Qonita Lutfiyah dari Fraksi PPP, tampil ke publik untuk meredam spekulasi. Ia menjelaskan bahwa penanganan kasus TR telah mengikuti seluruh mekanisme dan tata tertib dewan yang berlaku, tidak ada satu pun tahapan yang dilewati.
"Semua tahapan sudah kami jalankan sesuai prosedur. Mulai dari pemeriksaan, klarifikasi pelapor dan terlapor, hingga sidang kode etik, semuanya dilakukan secara objektif dan profesional," ujar Qonita dengan nada meyakinkan.
Keputusan BK, menurutnya, telah melewati sidang kode etik yang sah dan disepakati secara kolektif. Seluruh dokumen proses penanganan kasus TR telah dicatat dan disahkan. Hal ini, katanya, membuktikan bahwa sanksi tersebut murni didasarkan pada fakta dan mekanisme kode etik dewan.
Qonita secara gamblang menjelaskan batas kewenangan dari Badan Kehormatan. BK bertindak sebagai penegak kode etik yang tugasnya berhenti pada tahap rekomendasi sanksi kepada pimpinan dewan dan fraksi partai.
"Keputusan BK DPRD hanya bersifat rekomendasi untuk menindaklanjuti sanksi sedang. Kami tidak bisa menilai atau mengoreksi keputusan internal partai. BK hanya memastikan prosesnya berjalan sesuai fakta," tegasnya.
Artinya, tindak lanjut dan eksekusi sanksi sedang terhadap TR sepenuhnya berada di ranah internal partai atau fraksi yang bersangkutan. BK menghormati aturan main setiap partai politik dalam menindaklanjuti anggotanya.
Di tengah isu ketidakadilan, BK juga menepis tuduhan tebang pilih dalam penanganan kasus etik. Qonita menjelaskan bahwa perbedaan waktu penyelesaian kasus, seperti kasus anggota dewan lain berinisial RK, disebabkan oleh konteks hukum yang berbeda.
"Ada yang mengira kami cepat di satu kasus dan lambat di lainnya. Padahal, setiap kasus berbeda. Jika sudah masuk ranah hukum, seperti kasus RK, kami wajib menunggu keputusan pengadilan sebelum BK bertindak," jelas Qonita, membedakan secara tegas antara pelanggaran etik murni dan pelanggaran yang bersinggungan dengan hukum pidana.
Sebagai penutup, Qonita Lutfiyah berharap keputusan sanksi ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi seluruh wakil rakyat di Depok. Ia menekankan pentingnya disiplin, etika, dan integritas dalam menjalankan tugas.
"Kami ingin ini menjadi refleksi bersama. Jabatan yang diemban adalah amanah, dan setiap langkah harus mencerminkan tanggung jawab serta kejujuran," tutupnya, mengingatkan bahwa pengawasan etik akan terus diperketat demi menjaga kehormatan lembaga legislatif. (Agus)