METROPOLITAN.ID - Kiprah pencak silat asal Sukabumi kembali menorehkan prestasi di kancah dunia. Perguruan Sang Maung Bodas, di bawah asuhan Kyai Fajar Laksana, mengirimkan lima pelatih terbaiknya untuk melatih di Singapura dan Malaysia.
Prestasi ini tentu saja menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Kota Sukabumi. Pasalnya, silat yang lahir dari padepokan sederhana di tanah Sunda itu kini diakui dunia sebagai salah satu seni bela diri yang tak hanya mengandung nilai budaya, tetapi juga filosofi kehidupan.
“Perjalanan ini sudah kami tempuh hampir lima belas tahun, dan sekarang hasilnya mulai terlihat. Pelatih-pelatih kami sudah dipercaya melatih di luar negeri. Ini bukti bahwa silat dari Sukabumi bisa bersaing di level internasional,” ujar Kyai Fajar, Kamis 13 November 2025.
Para pelatih tersebut, lanjut Kyai Pajar, akan berada di Singapura hingga 24 Desember mendatang. Mereka akan mengajarkan tiga kategori jurus: jurus baku IPSI (tunggal, ganda, beregu), jurus kreatif, serta permainan bola dengan senjata.
“Seluruh jurus yang diajarkan sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Jadi, ketika silat dibawa ke panggung dunia, itu juga berarti membawa nama bangsa,” jelasnya.
Tak hanya berprestasi, pencapaian ini juga membuka peluang ekonomi baru bagi para pelatih. Menurut Kyai Pajar, mereka mendapatkan fasilitas penuh, termasuk tiket penerbangan, penginapan, dan honor yang nilainya cukup tinggi.
“Gaji mereka bisa mencapai 16 juta hingga 40 juta rupiah per bulan. Ini menunjukkan bahwa silat bukan sekadar seni tradisional, tapi sudah menjadi profesi yang bernilai ekonomi,” ujarnya.
Namun, di balik kebanggaan itu, Kyai Pajar menekankan bahwa pencak silat sejatinya adalah jati diri bangsa Indonesia. Ia berharap pemerintah daerah terus memberikan dukungan moral dan promosi agar silat semakin dikenal dunia.
“Silat bukan cuma olahraga atau bela diri, tapi juga warisan nilai-nilai luhur bangsa. Negara yang kehilangan budaya akan kehilangan jati dirinya. Maka dari itu, pemerintah perlu hadir untuk menjaga, merawat, dan mempromosikan,” tuturnya.
Sementara itu Ketua IPSI Kota Sukabumi, H. M Muraz yang hadir dalam acara tersebut menjelaskan, pengembangan pencak silat memiliki dampak luas bagi masyarakat, terutama dalam sektor wisata dan ekonomi kreatif.
Banyak wisatawan mancanegara datang ke Sukabumi untuk belajar langsung seni silat Sunda, sekaligus menikmati potensi wisata lokal.
“Kalau ada museum, orang datang ke sini. Kalau ada silat seperti ini, orang datang ke sini. Itu yang disebut multiplier effect. Ketika budaya hidup, ekonomi masyarakat juga ikut bergerak,” terangnya.
Selain itu, Aliran Sang Maung Bodas kini tengah mengajukan tiga unsur budaya untuk ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda, yaitu jurus silat khas, pakaian tradisional, dan upacara adat mapag kaul agung.
Ketiganya diharapkan bisa menjadi identitas kuat Sukabumi di kancah nasional maupun internasional.
“Pesantren dan padepokan di Sukabumi ini luar biasa. Kita sudah diakui sebagai destinasi wisata ramah muslim terbaik se-Jawa Barat, bahkan juara satu untuk kategori pesantren berbasis budaya,” tambahnya.
Dia menutup dengan pesan reflektif, bahwa silat bukan sekadar urusan tenaga, tapi juga tentang karakter, moral, dan spiritualitas.
“TNI dan Polri pun belajar silat, karena di dalamnya ada nilai kesabaran, keberanian, dan tanggung jawab. Silat adalah cara hidup bukan hanya jurus,” ujarnya menegaskan.
Dengan semakin dikenalnya Sang Boma Bodas di dunia internasional, Sukabumi perlahan meneguhkan diri sebagai kota budaya dan silat, yang mampu menjaga tradisi sambil beradaptasi dengan zaman. (bim)