Katanya lagi bahwa hal Ini harus dilakukan bersama-sama. Termasuk pengacaranya, jangan menjadi markus. Kalau markus-markus ini dibiarkan, yah penegak hukum itu sama saja. Jangan sampai merembet, muncul ada polisi markus, jaksa markus, hakim markus dan lain sebagainya.
Baca Juga: Lindungi Petani, BPJS Ketenagakerjaan Bogor Cileungsi Sosialisasikan Program buat Kelompok Tani
"Misal, di kepolisian, yang mulai diperbaiki minimal dari penyidiknya. Jadi penyidik perlu di rolling, yah 2 tahun, nanti dipindah. Sama halnya juga jaksa, ataupun hakim, harus di rolling. Sekali lagi, penegak hukumnya yang harus di reformasi lebih dulu," paparnya.
Apalagi kini ungkap Abdul Malik, banyak Aparat Penegak Hukum (mulai polisi hingga Hakim Agung) terlibat Berbagai Kasus Pidana, Khususnya Korupsi. Terungkap dalam sidang Tipikor, hakim agung Drajat simpan mobil mewah beberapa merek yang diduga hasil korupsi. Apa penyebab, aparat penegak hukum terlibat korupsi. Apa keserakahan penegak hukum?
"Ini bukan hakim, jaksa dan polisi saja. Banyak juga pengacara yang nakal juga yang membuat rusak semuanya, dan bisa mengatur para penegak hukum," ungkapnya.
Baca Juga: Fakta Dibalik Kasus Penculikan Bocah 3 Tahun Di Jonggol Kabupaten Bogor
"Banyak juga hakim, polisi, jaksa yang menyamar seolah-olah bersih, tapi punya apartemen, rumah mewah. Tapi tidak semuanya penegak hukum seperti itu. Kenapa? Yah hanya oknum-oknum saja yang dirusak oleh markus-markus itu," lanjutnya.
Siapa markus-markus itu? Dari pengalaman yang saya lihat dan alami sendiri, yah banyak dari orang keturunan itu yang hanya mengandalkan ijazah sarjana hukum dan KTA advokat, tapi kerjaannya mengatur penegak hukum.
"Memang ada juga yang bukan orang keturunan, ada, tapi fakta di lapangan, yah seperti itu," bebernya.
Baca Juga: Jalan Tol Tambang bakal Dibangun Sepanjang 11,5 Kilometer, Melintas dari Rumpin hingga Cigudeg
"Bahkan ada yang sudah seperti mafia, bisa mengatur dari bawah (penyidik) sampai tingkat hakim. Pasalnya di Indonesia, oleh mereka-mereka ini (markus keturunan), bahwa hukum itu bisa dibeli dengan uang," katanya.
Kata Abdul Maik, makanya sampai sekarang masih bergentayangan dan terkoordinir. Untuk itu ayo kita habisi semua markus. Terutama markus keturunan yang suka mondar-mandir di kantor kepolisian, kejaksaan dan Pengadilan, ngaku pengacara.
"Itu di penegak hukum. Lha di tingkat parlemen, Komisi III pun ada aja yang menjadi mafia hukum. Yang bisa mengatur," jelas Abdul Malik.
Baca Juga: Sektor Pendidikan dan Kesehatan Jadi Catatan Khusus Komisi IV untuk Pemkab Bogor
Kemudian apakah Tim Percepatan Reformasi Hukum Indonesia, fokus di korupsi saja? Abdul Malik menjawab, tidak hanya itu saja. Dalam hal korupsi, juga ada mafia hukum dan mafia tanah.