Di tempat yang sama, Peneliti BRIN Yusmaeni Eriawati mejelaskan, pada masa lalu, batu-batu kuno bukan sekadar benda mati, melainkan bagian dari prosesi pemakaman sakral.
"Keluarga yang ditinggalkan akan menghormati roh leluhur dengan membuat arca yang memerlukan biaya besar dan keterampilan memahat yang tinggi. Fakta ini memperlihatkan betapa tingginya nilai budaya yang melekat pada setiap temuan," terang Yusmaeni.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sukabumi, Punjul Sampul Hayat menyebut seminar ini sebagai terobosan penting yang membangkitkan kesadaran budaya Sukabumi.
Selama ini, Sukabumi kalah dibandingkan daerah seperti Bandung, Garut, atau Tasikmalaya yang lebih dulu mempromosikan warisan budayanya.
Punjul mengusulkan pembangunan gapura budaya sebagai simbol gerakan ini, yang bisa masuk dalam perencanaan Musrenbang daerah.
Menurut Punjul, kemajuan Sukabumi tidak hanya diukur dari pembangunan infrastruktur seperti rencana tol menuju Padalarang, tetapi juga dari seberapa besar masyarakatnya menghargai dan melestarikan budaya.
"Saya mengajak semua pihak, BRIN, Pemda, LSM, hingga masyarakat umum untuk bersinergi demi masa depan budaya Sukabumi," pungkasnya. (UM)***