Meski hanya basa-basi dan kenyataannya masih berhubungan dengan mantan istrinya, hatiku sangat senang pada perubahannya.
PERNAH suatu hari suamiku, Danar, pulang dengan sepeda motor ringsek parah. Ia mengaku habis kecelakaan, namun di tubuhnya sama sekali tak ada luka sedikit pun. Belakangan baru kuketahui bahwa sepeda motornya dirusak mantan istrinya karena suatu alasan. Namun aku tak bisa marah karena sadar bahwa sepeda motor itu hasil dari pernikahannya dengan Pipit, mantan istrinya.
Bagiku sedikit perhatian darinya sudah merupakan motivasi terbesarku melebihi kata motivasi cinta apa pun. Kucurahkan terus perhatian serta kasih sayang untuknya dan anak-anak serta bayi dalam kandunganku. Mungkin dengan cinta tanpa pamrih, aku akan selalu dilindungi Allah. Hatiku tak lagi berharap semua kulakukan ini akan dibalas suamiku. Cukuplah aku saja memberikan yang terbaik untuknya.
Hampir enam tahun kucoba bertahan dengan cinta tak terbalas. Aku pun mulai didewasakan oleh masalah. Pernah beberapa kali kucoba bertemu Pipit untuk menanyakan secara langsung padanya bahwa ia masih berhubungan dengan suamik atau tidak. Namun jawaban yang kudapat pun menggantung. Sepertinya ada sesuatu disembunyikannya dariku. Sebab jika bertanya pada suamiku, selalu saja disangkalnya walau jelas-jelas aku tahu bahwa mereka masih berhubungan.
Perlahan namun pasti, tanpa kusadari sikap suamiku padaku semakin berbeda sejak memiliki anak laki-laki dari Pipit. Suamiku mulai sering menelepon bahwa ia berada di luar rumah atau kantor. Perubahan itu membuatku bahagia, sampai suatu saat kudapat telepon dari Pipit. Dia mengajakku bertemu untuk bicara. Hatiku pun sedikit berdebar memikirkan apa yang akan dibicarakannya nanti. Namun aku merasa harus menemuinya.
(bis/els/run)