Kenalkan, aku Mela seorang gadis kecil yang lahir di desa terpencil. Pekerjaan setiap hari orang tuaku adalah dengan membajak sawah. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki bernama Ikhsan, berumur beda tiga tahun dariku. Ini kisah dan cerita tentang kakakku yang mungkin sedih dan mengharukan buat aku.
SUATU hari aku ingin membeli sepatu, karena sepatu yang lama sudah terlihat sobek. Jadi pada saat itu aku mencuri uang di laci ayahku. Namun ternyata ayahku terlanjur mengetahuinya. Ayah pun menanyakan hal tersebut padaku juga kakak Ikhsan. ”Siapa yang mencuri uang Ayah?” suara Ayah yang keras dan penuh emosi. Aku terdiam dan takut untuk berbicara, karena tak satu pun dari kami berdua mau berbicara akhirnya ayah berkata, ”Baik! karena kalian tidak ada yang mau mengaku maka kalian berdua harus dihukum!” Tiba-tiba kakak menggenggam tangan ayah dan berkata ”Ayah, akulah yang telah mencuri uang ayah” Dia melakukan hal itu hanya demi aku.
Di tengah malam aku menangis, namun kakakku mengusap air mataku dan berkata ”Adik jangan menangis lagi, semua telah terjadi” Saat itulah aku tidak akan melupakan ekspresi kakak saat melindungi aku. Saat itu aku berusia 8 tahun dan kakakku berusia 11 tahun, tetapi kejadian itu tak bisa aku lupa. Ketika aku diterima di SMA negeri, pada saat yang sama kakakku diterima juga untuk masuk di universitas negeri ternama. Malam itu saat ayah duduk di halaman rumah, aku mendengar pembicaraan ayah dan ibu, ”Ibu anak-anak kita memiliki hasil yang sangat baik” ucap ayah.
Saat itu ibu langsung mengeluarkan air mata dan berkata ”Tapi apa gunanya, tak mungkin kita bisa membiayai keduanya?” Suara ibu dengan serak tangis. Pada saat itu juga kakakku berjalan keluar dan berdiri di depan ayah dan ibu sambil berkata, ”Ayah, aku tidak akan melanjutkan sekolah lagi, aku sudah lulus SMA dan aku hanya ingin bekerja”. Tapi sepertinya Ayah terlihat marah dan berkata ”Mengapa kamu mempunyai sikap lemah, ayah akan membiayai kalian berdua meski harus mengemis di jalanan” dan kemudian Ayah langsung pergi untuk meminjam uang ke rumah saudara dan tetangga. Lalu aku pun datang dan menyentuh lembut wajah kakakku dan aku berkata padanya ”Anak laki-laki harus melanjutkan sekolahnya. Jika tidak, kakak tidak akan mampu mengatasi kemiskinan yang kita alami” ujar aku dengan tangis. Di sisi lain, aku telah memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah di SMA.