Senin, 22 Desember 2025

Hidup Merana tapi Aku Pertahankan Agama Pilihanku

- Senin, 12 Juni 2017 | 10:24 WIB

Bisa dibayangkan gimana awal kisah cinta kami, di dalam mobil yang disupiri sopirku, kami sama-sama duduk di belakang. Awalnya kami hanya membicarakan dan membahas berkas pekerjaan, kadang secara tidak sengaja tangan kami saling sentuhan. Dan dia secara sopan segera menarik, dan minta maaf. Ahh! … sebel rasanya. Padahal akulah yang menginginkannya.

Tapi itu tidak berlangsung lama, pada akhirnya dia takluk juga, kadang aku biarkan tangan dia memegang berkas, lalu aku pura-pura membahasnya sambil tanganku menyentuh jari dan tangannya. Kadang aku genggam jarinya, dan lama kelamaan dia memberi respons, dia juga menggenggam tanganku. Kadang kalau mobil kami sudah mau sampai tujuan, aku pura-pura minta supirku untuk kembali ke tempat lain, aku pura-pura ada yang tertinggal. Pdahal hanya ingin berlama-lama dengan dia. Dia dalah mas Fariz.

Pernah suatu saat aku purapura ada yang tertinggal dan menyuruh sopirku membawa kami ke rumah. Begitu mobil memasuki halaman rumahku yang besar, wajahnya tampak pucat pasi. Dia tampak ketakutan dan gugup. Dia bilang nanti kalau papaku marah kalau melihat dia jam kerja begini mampir ke rumah dia. Aku bilang tak perlu takut, bukankah aku, anak big boss, yang membawanya ke sini. Hampir setahun sudah dia bekerja bersama denganku dan hubungan kami sudah makin erat, tapi dia belum menyatakan cintanya padaku. Mungkin takut aku akan menolaknya, apalagi keyakinan kami pada saat itu masih berlainan. Hingga suatu saat dia meneleponku, dan mengajak bertemu di restoran di luar kota dia memintaku datang tanpa sopir. Dia tidak mau ada orang kantor melihat kami berdua.

Di restoran itu dia menyatakan cintanya langsung saat itu juga aku terima. Aku katakan pada dia, kalau aku merasa mas Fariz adalah belahan jiwaku. Aku akan bersedia memeluk Islam mengikuti agama yang dia anut. Aku juga katakan kalau memang aku sudah sejak lama tertarik dengan Islam. Beberapa hari setelah kejadian itu, aku meninggalkan rumah. Aku kost di dekat kantorku. Aku berpamitan baik-baik pada mama dan papa. Tetapi mereka menoleh pun tidak. Aku masih punya cukup uang di dompet. Aku bersumpah tak akan meminta uang lagi sepeserpun dari mereka. Aku bertekad membuktikan kata-kataku untuk hidup mandiri tanpa harta siapapun demi mempertahankan keyakinanku.

Selama aku bekerja di perusahaan papa, memang secara formal aku digaji sesuai dengan posisi kerjaku di perusahaan. Tapi disamping itu tiap bulan, tentu di luar formal perusahaan, aku mendapat uang saku dari papa hampir 20x lipat dari gaji resmiku. Sehingga penghasilan sebulan bisa cukup untuk hidup mewah setahun. Bahkan seluruh uang simpananku di bank, mencapai 10 digit. Bahkan mungkin cukup untuk biaya hidup seumur hidupku tanpa bekerja.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Nenek Sakit, Suami nggak Kerja, Anakku Lahir Prematur

Kamis, 23 Februari 2023 | 19:00 WIB

Suami Lebih Mementingkan Keluarganya, Aku Harus Gimana?

Selasa, 21 Februari 2023 | 19:00 WIB

Ibuku tak Pernah Akur dengan Suami dan Anak-Anak 3

Kamis, 16 Februari 2023 | 19:00 WIB
X