Sebenarnya ibu mertuaku amat baik dan sayang padaku. Tapi aku tahu diri tak mungkin selamanya bergantung pada siapapun. Aku harus bisa mandiri membesarkan anakku, satu-satunya hartaku yang tersisa. Aku pulang ke kota asalku dengan sisa uang yang aku punya. Lalu aku mengontrak rumah dan membuka toko kecil-kecilan di depannya.
KARENA masih terus berduka dan terbayang suamiku, sehingga aku kadang kurang memikirkan usahaku ini, sampai akhirnya usahaku bangkrut. Tokoku aku tutup, uangku habis untuk membayar tagihan para suplier barang, sementara penjualanku tak seberapa menguntungkan. Aku sebenarnya tak pernah putus asa apapun aku jalani asal halal. Pernah aku coba jadi pelayan restoran, tapi hanya beberapa bulan, karena anakku tidak ada yang jaga. Sampai akhirnya aku benar-benar kehabisan uang, tidak sanggup lagi membayar kontrakan.
Dengan membawa koper isi pakaian aku menggendong anakku, berjalan tanpa tujuan. Aku bingung akan ke mana. Pernah terlintas di benakku untuk kembali ke keluargaku. Tapi justru dengan kondisi seperti ini mereka pasti akan merasa menang. Mereka akan tertawa dan terus bisa mengejekku seumur hidupku, bahwa aku gagal dalam memilih jalan hidup.
Akhirnya di tengah rasa putus asa, aku teringat masjid tempat dulu aku pertama kali mengucapkan kalimat syahadat. Masjid itu memang bukan masjid raya di kota kami, tapi karena masjid yang tua dan bersejarah, maka banyak jemaah yang datang. Aku berpikir dulu aku memulai jalan hidupku dari masjid itu, sehingga kalaupun jalan hidupku berakhir aku ingin di masjid itu pula. Aku datangi masjid tersebut dan aku salat mohon petunjuk. Anakku karena kelelahan tertidur di sampingku.
Aku tidak punya uang untuk membeli makanan. Akhirnya aku hanya bisa menangis.
Rupanya tangisku didengar seorang bapak dan beliau rupanya imam masjid tersebut dan dia pula yang dulu membimbingku membaca syahadat. Aku tidak lupa dengan wajahnya tetapi dia pasti sudah tidak ingat, karena wajahku tak sesegar dulu lagi. Sewaktu aku perkenalkan diriku dan aku katakan bahwa aku dulu mualaf yang beliau bimbing, dia langsung ingat tapi juga kaget dengan kondisiku yang seperti ini.
Akhirnya aku ceritakan semuanya pada beliau, sebab aku merasa tidak ada lagi orang di dunia ini yang aku jadikan sandaran hidupku. Setelah selesai mendengar ceritaku, dia menyuruh aku agar jangan pergi kemana-mana dan tetap tinggal di masjid, beliau juga menyuruh salah seorang jamaah untuk membelikan makanan untuk aku dan anakku.