Senin, 22 Desember 2025

Hidup Merana tapi Aku Pertahankan Agama Pilihanku (11)

- Selasa, 20 Juni 2017 | 09:48 WIB

Di masjid itu, pekerjaanku rutin setiap hari adalah membersihkan halaman masjid, membersihkan kaca jendela. Sedangkan pak tua mengepel lantai masjid. Tiap minggu aku mendapatkan honor sekedarnya dari hasil kotak amal di masjid, tapi kadang aku tidak mendapatkan sepeser pun, karena kadang sudah habis untuk keperluan masjid, tapi aku lakukan itu dengan senang hati dan ikhlas.

Aku ingin mengabdi pada masjid ini, sebagai tanda terimakasihku. Aku tidak mau bersusah payah ke sana kemari mencari pekerjaan. Aku percaya kelak masjid ini pula yang akan memberiku jalan memperoleh pekerjaan. Kadang pada malam hari aku duduk di teras masjid, mengobrol dengan pak tua. Dia bercerita kalau anak-anaknya masih ada di kampung, tapi dia juga tak mau merepotkan anak2nya. Selama masih kuat, dia tak mau merepotkan orang lain. Lalu saat giliran aku bercerita, kadang aku bingung harus cerita apa.

Apa aku menceritakan kalau dulu aku pernah naik kapal pesiar keliling Eropa atau pernah menginap di hotel mewah di Las Vegas Amerika atau saat kuliah aku punya apartment mewah di Australia. … Ahh! pasti dia akan tertawa dan menganggap aku berkhayal, sebab jangankan tinggal di hotel, uang yang aku punya tidak lebih banyak dari Rp20.000. Dulu tiap minggu aku bisa membeli peralatan make up, eye shadow, lipstick berharga jutaan rupiah. Sekarang ini make up aku hanyalah air wudhu setiap aku shlat. Tetapi justru banyak yang mengatakan kalau wajahku tetap bersih, cantik dan alami. Kadang orang berpikir aku masih memakai make up. Yah…! mungkin Allah yang memakaikan make up untuk aku. Kecantikan datang dari dalam, “Inner Beauty.” Banyak yang bilang dengan mata sipitku dibalik kerudung, aku terlihat cantik.

Tak terasa sudah hampir dua tahun aku menetap di masjid itu, anakku sudah sekolah di SD dekat masjid milik yayasan dan tanpa membayar sepeser pun. Aku hanya membelikan seragam dan alat2 sekolah. Bahagianya hatiku melihat anakku sudah masuk sekolah …ohh! seandainya mas Fariz masih ada dan melihat anak kita pada hari pertama pergi ke sekolah. Anakku rupanya tumbuh besar dalam keprihatinan, sehingga dia sangat tahu diri. Dia tak pernah sekalipun merengek minta dibelikan ini itu seperti layaknya anak lain. Pernah hatiku amat pilu. Ketika dia pulang sekolah dengan kaki telanjang, sambil menenteng sepatunya. Sambil tertawa, tanpa mengeluh, dia justru menunjukkan sepatunya kepadaku. “Ma, sepatu Faisal udah minta makan”. Maksudnya sepatunya udah robek depannya, seperti mulut minta makan. Melihat dia tertawa, akupun ikutan tertawa, walau hatiku rasanya ingin menangis. Andai dia tahu, dulu mamanya selalu memakai sepatu berharga jutaan rupiah, sekarang ini membelikan sepatu anaku yang murah pun aku belum sanggup. Alhasil selama 2 hari anakku ke sekolah memakai sepatu yang robek itu, sampai akhirnya aku belikan sepatu bekas. yang lebih layak dipakai.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Nenek Sakit, Suami nggak Kerja, Anakku Lahir Prematur

Kamis, 23 Februari 2023 | 19:00 WIB

Suami Lebih Mementingkan Keluarganya, Aku Harus Gimana?

Selasa, 21 Februari 2023 | 19:00 WIB

Ibuku tak Pernah Akur dengan Suami dan Anak-Anak 3

Kamis, 16 Februari 2023 | 19:00 WIB
X