Meski mencintainya sejak lama, aku tak pernah bisa mendapatkan hatinya. Kini bahkan setelah menikah aku masih sering terbayang-bayang dengan sosok Hakita. Aku ketemu dengan Hakita saat kuliah di Politeknik, saat itu aku masih labil sekali. Waktu itu aku melihatnya saat ambil wudhu salat dzuhur. Sejak saat itu dia masuk dalam list incaran hatiku dan tetap setiap kali kesempatan aku berusaha berbicara dan mendekati dia. Tapi rupanya kelabilan jiwaku yang masih ke kanak-kanakan membuat aku menjadi sosok yang bukan idaman Hakita. Bahkan Hakita sempat jadian sama teman aku yang lebih ganteng dan keren. Jadilah aku seperti pungguk merindukan bulan. Hampir semua teman dekat aku di kampus tahu aku menaruh hati sama dia, bukan cuma aku, diantara teman-teman kita sampai ada 5 orang yang terus berusaha mendekati Hakita. Akupun begitu, aku terus berusaha, mengirimkan bunga, kue bahkan membantu mengangkat lemari kakaknya . Setiap kali aku menyatakan cinta dia selalu menolaknya dengan halus membuatku terluka berkali-kali. Sampai akhirnya kita lulus dan berpisah. Tapi rupanya takdir belum mau memisahkan aku dan Hakita. Saat aku ingin melanjutkan S1, di ruang ujian seleksi aku kembali bertemu Hakita. Dan akhirnya kita berdua sama-sama diterima dan kuliah lagi di tempat yang sama. Kembali lah petualangan cintaku mengejar dia. Namun sama, saat itu dia masih memendam cinta kepada Amir yang membuatku patah hati, namun aku terus mengejarnya. Pikiranku kepada Hakita membuat aku kurang serius studi baik di politeknik maupun saat kuliah S1. Saat itu dengan cinta membuncah saat berkuliah S1 kita pulang sama-sama naik mobil bututku. Dengan nekat aku nyatakan jatuh cinta. Tapi apa lacur mau dikata dia kembali menolak aku dengan halus. Penolakan ini membuat aku putus asa dan mulai membentengi diri dari kehadiran Hakita dan meninggalkannya begitu saja, bahkan aku mengurangi pergaulan dengan Hakita dan tiada lagi waktu untuk dia.