METROPOLITAN - Kami tidak patah rasa dan patah semangat. Kami masih berjuang untuk membuktikan bahwa kami pantas memiliki rasa untuk saling memiliki. Meskipun begitu dia selalu menjaga aku, menjaga kehormatanku sebagai wanita. Namun ada masalah yang sangat membuat kami hampir putus asa. Waktu itu dia datang ke rumah aku, karena aku lagi tak enak badan.
Para tetangga sekamar mengetahui hal tersebut, dan kami hampir digrebek. Semua orang menganggap kami melakukan hubungan terlarang dan berita tersebut diketahui oleh orangtuaku yang akhirnya orangtuaku pulang dari Jakarta hanya untuk memastikan berita tersebut. Orangtuaku pulang dan menemui pacarku, Ibuku memaki dia.
Meneteskan air mata karena kekecewaannya yang teramat mendalam. Aku jadi pemurung sejak peristiwa itu, aku semakin tak yakin menjalin hubungan dengan dia. Hingga akhirnya kami ketemuan di suatu tempat dengan sembunyi-sembunyi agar tak diketahui pihak keluarga. Pada waktu itu aku izin pada Ibuku untuk mengerjakan tugas di rumah teman.
Aku terpaksa berbohong karena aku harus bicara dengan dia untuk memastikan akan dibawa kemana hubungan yang telah kami bina. Kami bertemu, aku pun memeluknya erat, tangispun tak mampu aku tahan. Dia menguatkan aku, dia memegang tanganku erat bahwa dia akan tetap berjuang mempertahankan aku dan tak akan menyerah untuk mendapat restu dari orang tuaku.
Ketika hari lebaran tiba, tradisi di desa adalah berkumpul untuk saling memaafkan antar sesama tetangga. Tetapi hal yang tak terduga pun terjadi, pacarku dipermalukan di depan umum oleh Ibuku sendiri. Ibuku menolak ketika diajak bersalaman dengan pacarku. Aku begitu dapat melihat dan merasakan betapa sakit hatinya pacarku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa karena memang orangtuaku tak merestui hubungan aku dan dia. Tapi kami tetap berusaha mempertahankan hubungan kami, karena cinta kami bukan cinta biasa dan kami ingin membuktikan bahwa cinta kami layak untuk diperjuangkan.
Hari demi hari telah kami lalui bersama, masalah demi masalah kami hadapi berdua dan masih dengan perasaan yang sama serta mimpi untuk mendapat restu orangtua masih membara. Dia tetap berusaha menyakinkan orangtua ku bahwa dia tulus menyayangiku, dia berjanji akan bekerja yang rajin agar bisa membahagiakan aku. Dia selalu bertanya dan menebar senyum setiap bertemu dengan Ibuku walau hatinya sakit, karena sapaan darinya tak pernah direspon oleh Ibuku.(vem/suf)