Bertahan Dipoligami demi Anak (8) SAYA melahirkan anak kedua, bayi laki-laki, biaya persalinan harus saya tanggung sendiri,Rian tidak mau mengeluarkan biaya, meskipun pernah meminta saya untuk menggugurkan kandungan, Rian sangat senang pada bayi laki-laki kami, saya berharap dengan kehadiran anak kedua, Rian bisa berubah, bisa menyayangi saya dan anak-anak. Penulis kembali bertanya pada Bunga, memberikan ruang supaya Bunga bisa mengatur emosinya ” gimana sikap Rian setelah anak kedua lahir, Bunga tadi gak cerita, dengan Inong Rian punya anak atau gak? ” ” Anak Rian dengan si Inong, sekarang ada dua, dua-duanya laki-laki, pada saat anak saya Furqan ( nama samaran) masih kecil, anak Rian baru satu, anak pertama nya ber umur sekarang sekitar 13 Tahun, dan anak keduanya sekarang ber umur kira-kira sekitar tiga tahunan, anak saya Shinta 17 tahun dan anak saya Furqan 10 tahun” Saat Shinta kelas dua SMP, Rian di PHK dari kantor nya, bagi saya sebenarnya tidak ngaruh Rian ada kerja atau tidak, karena Rian tidak menafkahi kami, bertahun tahun sejak Rian menikah lagi, Rian menjadikan saya bukan hanya sebagai istri nya, saya merasa seperti pembantunya, semua baju baju nya saya yang cuci dan setrika, katanya Inong gak sempat cuci baju, jadi pakaian Rian saya yang cuci, sementara pakaian Inong dibawanya ke Loundry, saya pernah melihat bon Loundry di kantong baju Rian Pertamanya yang membuat saya bertahan karena anak saya Shinta, sampai saya punya anak satu lagi, Furqan, biarlah meskipun tidak dinafkahi setidaknya masih serumah dengan papanya, meskipun jarang-jarang. Akhir 2018 saya memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Rian, saya mengajukan gugatan cerai ke Mahkamah Syari’ah, saya sudah tidak bisa bertahan, dan anak-anak pun sudah besar, jadi tidak bisa membawa anak-anak saya ke rumah istri keduanya. (Bersambung)