Mertua Gemar Utang, Hidupku Ikut Sengsara (2) Memang nominalnya tidak besar, tidak sampai Rp100.000. Tapi namanya pedagang, harus pintar-pintar memilah uang. Mana uang modal, mana yang laba sehingga jangan sampai uang modal dipakai untuk kebutuhan lainnya. Akhirnya suami memutuskan mengambil alih semua pekerjaan pasar, dan ia tidak memberi ibu kebebasan memegang uang, hanya memberi yang ia butuhkan saja. Sebetulnya ibu memiliki sampingan lain, ia membuka warung sate ketika Wage (pasaran dalam bahasa Jawa). Masakan ibu mertua saya memang enak, jadi warungnya memang selalu ramai. Tapi itu dulu, dalam kondisi sekarang warung ibu sepi. Sebetulnya bukan karena Covid-19, tapi karena banyak warung serupa, mungkin juga karena kondisi ekonomi yang semakin sulit. Ibu mertua juga menggarap sawah saudaranya yang bekerja di Malaysia. Dari sejauh yang saya tahu, ia berutang untuk modal pada juragan gabah dan akan melunasinya ketika panen. Untuk utang yang biasa diikuti ibu mertua saya ada istilah Selosoan, Reboan atau Kemisan. Itu adalah hari dimana seseorang harus membayar (mencicil) utangnya. Nominal cicilannya antara Rp50 ribu sampai Rp100 ribu. bersambung