Cinta Berawal dari Curhat (4) HARI ini telah tiba. Hari yang bahkan aku sendiri tidak ingin hari ini datang. Ya, hari ini kami harus kembali masuk ke Sekolah. Kembali menjalani rutinitas kami seperti biasanya. Menimba ilmu, bercanda bersama kawan, makan di kantin, dan lain sebagainya. Di sisi lain aku merasa senang karena aku dapat kembali bersenda gurau bersama teman-temanku. Namun jauh di lubuk hatiku ada sesuatu yang mengganjal. Sesuatu yang terus menerus mencegahku untuk masuk sekolah. Namun aku harus mengusir perasaan mengganjal itu. Aku adalah harapan keluargaku. Aku tidak mau mengecewakan orangtua dan adik-adikku hanya karena aku putus cinta. Aku harus bisa! 15 menit perjalanan yang ku tempuh dari rumah. Akhirnya sampai juga aku di sekolah. Segera ku parkir montorku. Setelah memarkir montor, aku berjalan tanpa semangat menuju ruang kelas. Banyak teman yang menyapaku selama aku berpapasan di sepanjang koridor menuju kelas. Langkahku terhenti ketika aku menatap tulisan XI TGB 1 di atas sebuah pintu. Ya, itulah kelasku, ku langkahkan kakiku menuju ke dalam ruangan yang ku rasakan akan menjadi “Neraka” baru bagiku. Deg. Ku lihat wajah yang sangat familiar. Aku terdiam tak bisa bergerak maupun berkata sepatah kata pun. Ingin ku sapa dirinya. Meskipun dia telah melukaiku, namun rasaku ini tak pernah padam padanya. Belum sempat ku buka mulutku, dia memalingkan mukanya dariku. Bahkan dia seperti tak mau menggubris aku yang berdiri mematung di depan pintu kelas. Sakit. Itulah yang ku rasakan saat ini. Apakah salahku sehingga dia tega memalingkan muka dariku. Namun biarlah, mungkin seminggu dua minggu lagi dia bisa bersikap seperti dulu lagi. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Sudah 5 bulan semenjak kejadian itu, namun sikapnya padaku tidak kunjung berubah. Dia menganggapku tak ada. Selama 5 bulan ini aku terus Bersambung