Meski membantah adanya intervensi terkait demo, pemerintah tidak menutup mata terhadap maraknya konten provokatif di media sosial.
Tayangan kerusuhan yang ditonton puluhan ribu orang dikhawatirkan bisa memperkeruh suasana, memicu emosi massa, dan berpotensi merusak iklim demokrasi.
“Komdigi tidak bermaksud membatasi kebebasan berekspresi, tetapi meminta platform digital punya sistem yang mampu mendeteksi disinformasi dan konten manipulatif,” ujar Nezar.
Sebagai langkah lanjutan, Komdigi sudah menghubungi sejumlah perusahaan teknologi besar, salah satunya Helena Lersch selaku Global Public Policy Director (MENA, APAC) di ByteDance, induk perusahaan TikTok.