“Kadang yang kelihatan kuat justru menyimpan luka paling dalam,” tulis akun lain di kolom komentar sebuah berita.
Sebagian warganet menilai bahwa keterangan polisi tidak serta-merta menutup kemungkinan adanya bentuk perundungan non-fisik, seperti tekanan sosial atau ejekan verbal yang sulit dibuktikan secara kasat mata.
Baca Juga: Hampir Telat, Momen Menkeu Purbaya Buru-buru Hampiri Prabowo di Kejagung Curi Perhatian
Psikolog: Perundungan Tak Selalu Terlihat
Menurut sejumlah psikolog, reaksi skeptis publik merupakan hal yang wajar.
Banyak kasus perundungan di kampus tidak terdeteksi karena bentuknya halus dan sering kali muncul dalam bentuk pengucilan sosial atau tekanan akademik.
Mereka menyarankan agar aparat kepolisian tidak terburu-buru membuat kesimpulan akhir sebelum hasil pemeriksaan psikologis dan digital forensik korban benar-benar tuntas.
Keluarga Korban Minta Transparansi
Sementara itu, pihak keluarga korban di Jakarta menyatakan masih menunggu hasil penyelidikan lengkap dari kepolisian.
Mereka berharap kasus ini dapat diungkap secara transparan tanpa ada asumsi yang menyesatkan.
“Kami hanya ingin kebenaran, bukan asumsi,” ujar Andreas, paman korban, melalui sambungan telepon singkat.
Banyak warganet juga berharap pernyataan aparat dapat menenangkan publik, bukan menimbulkan tanda tanya baru.
Mereka mendesak polisi membuka hasil penyelidikan secara lebih detail, termasuk riwayat komunikasi dan interaksi terakhir korban. “Keadilan bukan tentang cepat, tapi tentang tuntas,” tulis akun @baliupdate, yang mendapat ribuan tanda suka di media sosial.