METROPOLITAN.ID - Nama Septian Andriki, atau yang lebih akrab disapa Deki, mendadak menarik perhatian publik setelah berhasil menemukan Rafflesia hasseltii, salah satu spesies bunga langka yang selama lebih dari satu dekade menjadi buruan utamanya.
Dalam perjalanan yang penuh risiko dan memakan waktu panjang, Deki membuktikan bahwa kegigihan serta ketekunan dapat membawa seseorang pada pencapaian besar, bahkan di tengah rimba liar Sumatera yang tidak bersahabat.
Penemuan yang terjadi pada Rabu malam, 19 November 2025, di kawasan Hiring Batang Somi, Kecamatan Sumpur Kudus, Sijunjung, Sumatera Barat, bukan sekadar temuan ilmiah biasa.
Bagi Deki, ini adalah penutup dari cerita panjang penuh peluh, dedikasi, dan gairah dalam melestarikan kekayaan flora Indonesia.
Misi menemukan Rafflesia hasseltii bukanlah perjalanan yang mudah. Sebagai aktivis lingkungan asal Bengkulu, provinsi yang dikenal sebagai rumah bagi berbagai spesies Rafflesia Deki sudah menjelajahi puluhan titik hutan sejak tahun 2013.
Namun, tak satu pun petualangan itu mempertemukannya dengan bunga yang ia dambakan.
Hingga akhirnya, sebuah ekspedisi panjang kembali ia lakukan setelah menerima informasi mengenai mekarnya R. hasseltii di kawasan hutan Sijunjung.
Perjalanan ini memaksa Deki dan timnya menembus medan berat lebih dari 20 jam perjalanan darat, ditambah 3 jam mendaki jalur ekstrem dengan risiko satwa liar, termasuk harimau Sumatera.
Siapa Sebenarnya Septian Andriki?
Deki bukan ilmuwan botani profesional ketika memulai perjalanannya. Ia justru berasal dari profesi yang jauh dari dunia penelitian.
Sebelumnya, Deki bekerja sebagai guru pendidikan jasmani di sekolah dasar. Ketertarikannya pada Rafflesia justru berawal dari hal sederhana, keinginan meluruskan pemahaman murid-muridnya yang sering menyamakan Rafflesia dengan bunga bangkai (Amorphophallus).
Misinya untuk mengedukasi murid membuatnya mulai melakukan eksplorasi kecil bersama anak-anak Karang Taruna. Aktivitas itu kemudian mengubah jalan hidupnya.
"Saya awalnya coba ekspedisi kecil-kecilan dengan anak-anak Karang Taruna, saya coba cari lagi, dapat 10 habitat. Akhirnya saya berhenti mengajar," ujarnya.
