METROPOLITAN.ID - Surono, mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), mengatakan Gunung Marapi cenderung meletus karena memiliki sistem tubuh terbuka.
Meskipun begitu, Surono menyampaikan juga bahwa penutupan pendakian tidak dianggap sebagai solusi yang memungkinkan jika berbicara tentang Gunung Marapi dan para pendaki yang terjebak erupsi.
Dalam menjawab pertanyaan mengenai aktifitas Marapi dan keputusan tidak menutup pendakian, Surono menyatakan bahwa minat masyarakat untuk mendaki sangat tinggi.
Baca Juga: Perubahan Tingkat Ancaman Israel di Tengah Konflik dengan Hamas, Kelompok Militer Palestina
Selain itu, seringkali terdapat tradisi keagamaan di gunung, sehingga menutup pendakian menjadi suatu hal yang tidak memungkinkan.
Oleh karena itu, Surono menekankan pentingnya kedisiplinan dari semua pihak, baik pendaki maupun pengelola, untuk mematuhi aturan yang mengharuskan tidak mendaki dalam radius 3 km dari puncak atau kawah.
Dalam menjelaskan mengapa larangan mendaki di radius 3 km sering dilanggar, Surono menyebutkan bahwa seringkali nafsu untuk mendaki tidak sejalan dengan logika risiko bahaya.
Baca Juga: Biar Nggak Boncos, Ini Hal yang Harus Diperhatikan Pengendara Motor Listrik saat Musim Hujan
Ia mengibaratkan pendakian gunung sebagai suatu bentuk perjalanan yang memerlukan kepatuhan terhadap aturan, seperti aturan sopan santun bagi tamu yang berkunjung ke rumah.
Radius 3 km dianggap sebagai batasan yang ditentukan oleh gunung sebagai pemilik rumah, dan Surono menekankan bahwa alat apapun tidak dapat memprediksi kapan gunung akan meletus.
Surono menyatakan kaget atas adanya korban jiwa dalam letusan Gunung Marapi kali ini.
Baca Juga: WAFA: Ratusan Warga Palestina Mengungsi dari Khan Younis ke Rafah Akibat Serangan Israel
Ia menduga korban-korban tersebut mungkin beraktivitas di dekat kawah dalam radius 3 km.
Selain itu, ia menjelaskan perbedaan karakteristik setiap gunung, dengan beberapa gunung seperti Semeru memiliki potensi gugurnya kubah kawah.