METROPOLITAN - Bank Indonesia (BI) memperkuat stabilitas nilai tukar dengan mendorong transaksi menggunakan mata uang lokal.
Hal itu dilakukan sebagai antisipasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed fund rate) akhir bulan ini.
BI meneken perjanjian kerja sama bilateral currency swap arrangement (BCSA) dengan Bank of Korea pada Senin (6/3).
Kesepakatan itu bertujuan mendorong perdagangan bilateral dan memperkuat kerja sama keuangan kedua negara.
Kedua bank sentral bisa melakukan pertukaran mata uang lokal senilai KRW 10,7 triliun atau setara Rp 115 triliun.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan, perjanjian kerja sama tersebut akan membantu pengembangan ekonomi kedua negara.
Perdagangan dan investasi diyakini lebih berkembang bila didukung pembiayaan atau pembayaran menggunakan mata uang lokal.
Menurut Agus, perjanjian itu akan menjamin penyelesaian transaksi perdagangan dalam mata uang lokal antara kedua negara sekalipun dalam kondisi krisis.
Hal tersebut bertujuan mendukung stabilitas keuangan regional.
”Perjanjian itu berlaku efektif selama tiga tahun dan bisa diperpanjang jika ada kesepakatan antara kedua pihak,” terang mantan menkeu tersebut.
Agus berharap, penguatan mata uang USD tidak melemahkan nilai tukar rupiah secara signifikan.
”Iya, bisa mengurangi intensitas kita ke dolar,” ujarnya.
Sebelum menggandeng Korea, BI telah menjalin kerja sama local currency setlement dengan Tiongkok senilai USD 20 miliar dan Australia (USD 10 miliar).
Di samping ketiga negara, lanjut Agus, BI memiliki perjanjian bilateral dengan Bank Negara Malaysia (BNM) dan Bank of Thailand untuk mendorong penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung dalam mata uang lokal.