Senin, 22 Desember 2025

Kenangan Menarik Kamp Kerja Paksa Di Tanggerang

- Selasa, 6 Juni 2017 | 12:55 WIB

Di waktu itu, lanjut Bedjo, perumahan tersebut adalah lahan kosong. Setiap pagi, para tapol digiring berjalan kaki untuk berkumpul. Lagi-lagi, mereka diperintah menggarap lahan itu.

“Ini dulunya tandus, kemudian jadi subur. Beras berlimpah. Kita nggak boleh tapi, beras berlimpah, tetapi malah cuman dapat jatah. Jadi untuk bertahan hidup kita menangkap ular, bekicot,” ujar Bedjo.

Lahan pertanian itu sebetulnya diperuntukkan untuk memberi makan ribuan tapol. Hanya, ujung-ujungnya malah untuk memakmurkan kantong-kantong tentara.

Padahal sekali panen, satu hektar sawah bisa menghasilkan 3 ton beras, namun tak secuilpun untuk memenuhi makanan para tapol.

“Inilah yang dikuasai oleh tentara dan menjadi kekayaan tentara. Bukan padinya saja, tapi ternak. Itu gemuk-gemuk. karena tanah kosong. Itu menjadi kekayaan pribadi tentara. Belum jatah makan, harusnya diberikan daging, telor dll, disunat, kemudian yang hanya dikasih beras rusak. Ini bagian dari areal dua. Ini berubah karena akan menjadi pasar, ada gedung sekolah juga,” terang Bedjo.

Tuba Bin Abdurahman, juga bekas tapol di kamp Tangerang. Dia masuk kamp pada 1966-1970.

Lalu dipindah ke Salemba selama empat tahun. Kembali lagi ke kamp pada 1971-1974. Selama di sana, ia dipekerjakan sebagai Kepala Dapur Umum.

Tuba masih ingat, tapol hanya diberi jatah makan sepiring nasi. Itu pun dibagi untuk siang dan sore. Sementara lauknya, hanya tempe yang direbus bumbu kuning.

“Satu orang 325 gram dijadikan makan dua kali. Makan siang 175 gram berupa beras. Makan sore 150 gram. Lauknya tempe rebus digodok kuyit taruh di atasnya. Sayurnya kangkung yang boleh kita nanam sendiri, air medidih, dikasih  garam, diaduk. Makannya cuman itu aja,” kata Tuba.

Tuba juga ingat, di area kamp tersebut ada dua blok penjara B dan C. Masing-masing blok berisi kamar-kamar kecil yang jumlahnya mencapai 150.

Satu kamar menampung tiga orang. Tapi, ada juga kamar agak besar yang bisa menampung 40 sampai 80 tapol. Nama kamarnya Sandiwara dan Sekolah.

Tuba ditempatkan di Blok B. Kamarnya diisi tiga orang. Layaknya sel penjara, tak ada alas tidur. Kalaupun ada tikar, itu adalah kiriman keluarga.

Dalam kondisi lapar, mereka tetap dipaksa kerja. Pernah saking laparnya, Tuba dan ribuan tapol lainnya terpaksa makan bangkai kerbau.

“Dulu tuh ada proyek mengurus kerbau, terus ada yang mati. Kata tentara tembak saja, terus kubur. Nah malam-malam kita bongkar, gali dagingnya kita angkat, masak dan bagikan ke dalam. Kerbau satu untuk 1600an. Bisa makan daging,” ujar Tuba.

Selama di kamp, para tapol dituntut patuh dan tak boleh melawan. Sekali saja melanggar aturan, bukan hanya satu yang dihukum, tapi semua tapol.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X