Pada metode konvensional, pembuahan secara in vitro dibutuhkan sekitar 40 sampai 100 ribu sperma per mililiter. Kenyataannya, banyak suami yang mempunyai kualitas sperma di bawah normal.
Pada kondisi demikian, sebut Prof Arief, proses pembuahan in vitro dapat dilakukan dengan metode penyuntikan sperma tunggal (ICSI), hanya diperlukan satu sperma suami untuk proses pembuahan.
“Metode ini merupakan revolusi dalam teknologi reproduksi berbantu untuk mengatasi permasalahan faktor kualitas sperma suami,” tandasnya.
Bersama tim program bayi tabung di Indonesia, Prof Arief telah berhasil melahirkan lebih dari 6.000 bayi dari pasangan suami-istri yang belum mempunyai buah hati.
Program bayi tabung pada manusia dimulai dengan stimulasi hormonal pada istri untuk mendapatkan sel telur lebih banyak dari normal. Sel telur yang didapatkan berpotensi untuk dihasilkan embrio yang lebih dari normal.
Pada beberapa pasangan suami-istri berhasil mendapatkan dua anak yang berbeda umur yang berasal dari proses bayi tabung yang sama. Anak pertama berasal dari hasil transfer embrio pada program awal, sementara anak kedua lahir dari embrio yang telah dibekukan selama lebih dari dua tahun. Hal ini membuktikan bahwa embrio yang dibekukan tidak mengalami kerusakan selama proses pembekuan.
“Pengembangan dan penerapan teknologi bayi tabung pada hewan dan manusia dapat membantu optimalisasi fungsi reproduksi hewan produksi, penyelamatan kepunahan satwa langka, serta membantu pasangan suami-istri yang belum mempunyai keturunan,” pungkasnya. (*)