Selain itu, Pemkot Bogor juga aktif berkoordinasi dengan BUMN pangan, seperti Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas), untuk mendatangkan pasokan dari daerah produsen seperti Ciamis, Sukabumi, Cianjur, dan Garut.
Dalam kesempatan itu, Dewi pun menyatakan bahwa kegiatan ini berdampak signifikan terhadap kestabilan harga dan daya beli masyarakat.
Baca Juga: KPK Gandeng Pemkot Bogor Bangun Ketahanan Integritas dari Keluarga
“GPM itu membuat masyarakat tetap bisa membeli bahan pangan dengan harga terjangkau. Secara tidak langsung, permintaan di pasar menurun sehingga harga pasar ikut turun,” katanya.
Ia menambahkan, ketika harga komoditas naik di pasar, Pemkot Bogor langsung menggelar operasi pasar. Misalnya saat harga minyak goreng naik, pihaknya menjual di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET), yakni Rp14.500 dari HET Rp15.700, demi menekan harga pasar.
Menurut Dewi, Inflasi tidak hanya dipicu oleh pangan, namun juga oleh kebijakan, seperti kenaikan tarif air minum atau harga BBM. Dewi mengungkapkan bahwa Kota Bogor pernah menaikkan tarif air di 2023, namun efek inflasinya bisa diredam.
“Kita sudah antisipasi dengan berkoordinasi dengan pusat dan provinsi. PDAM juga punya program CSR, BUMD Peduli Inflasi, untuk subsidi bahan pangan,” jelasnya.
Menurut Dewi, semua kebijakan di daerah harus memerhatikan dampaknya terhadap inflasi. Karena itu, pemerintah terus memperkuat sinergi antarinstansi melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
Dewi mengingatkan pentingnya peran masyarakat dalam pengendalian inflasi, salah satunya dengan bersikap bijak dalam berbelanja.
“Intinya sih masyarakat harus bijak dalam berbelanja. Itu kan meredam demand, meredam permintaan," pungkasnya. (Iza/Mam)
