Oleh : Achmad Ubaidillah (Pesantren Al-Falak, Pagentongan Bogor; Nahdliyin Bogor)
DI periode 100 hari pemerintahannya, Bupati Bogor, H. Rudy Susmanto, S.Si memberi kabar gembira kepada masyarakat Kabupaten Bogor, khususnya warga nahdliyin yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Bogor.
Kabar gembira tersebut adalah penetapan perubahan nama dan penandatanganan prasasti RSUD Dr KH Idham Chalid yang awalnya bernama RSUD Ciawi. Pemilihan nama Dr. KH Idham Chalid sangatlah relevan mengingat dua hal: pertama, Dr. KH. Idham Chalid yang pernah menjadi Menteri Kesejahteraan Rakyat RI.
Semasa hidupnya ia memang dikenal sebagai kiai NU yang mempunyai perhatian besar terhadap dunia kesehatan terutama anak-anak. Berbagai inisiatif telah ia lakukan untuk mendukung perluasan dan pembangunan fasilitas layanan kesehatan yang lebih humanis. Kedua, Dr. KH. Idham Chalid dikenal sebagai Pahlawan Nasional dan tokoh bangsa yang mempunyai kiprah besar bagi Indonesia dan Nahdlatul Uiama.
Oleh karena itu, kebijakan Bupati Bogor ini perlu diapresiasi sebagai langkah tepat dan strategis pemerintah Kabupaten Bogor dalam memberikan penghormatan kepada tokoh bangsa yang berjasa bagi Republik Indonesia dan berjasa meningkatkan mutu layanan kesehatan publik.
Kharisma yang Tak Pudar
Poltical will Bupati Bogor mengetengahkan kembali nama Dr. KH . Idham Chalid ke dalam konteks kehidupan masyarakat Bogor dan lebih luas lagi masyarakat Indonesia sejatinya memberikan momentum kepada publik untuk tidak sekadar mengenal dan mengenang sosok,
legacy dan kontribusi besarnya terhadap Indonesia, tetapi juga meneladani sikap-sikap luhurnya
sebagai tokoh kharismatik yang pernah dimiliki Indonesia.
Kiai NU yang wajahnya menjadi ikon wajah mata uang rupiah ini memang sosok yang sangat layak menjadi teladan masyarakat terutama warga nahdlyin yang mempunyai keterkaitan sejarah yang kuat dengan ketokohan DR. KH. Idham Chalid.
Ia adalah satu-satunya tokoh NU yang berhasil memimpin NU dalam kurun waktu yang sangat panjang yakni selama 28 tahun menjadi Ketua Umum PBNU yakni sejak 1956 hingga 1984. Bahkan, meminjam – Iip D Yahya – salah satu kisah paling heroik dari Dr. KH. Idham Chalid adalah perjalanannya menemani KH. Wahab Chasbullah mengelilingi cabang-cabang Partai NU menjelang Pemilu 1955. DR. KH.
Idham Chalid memang dikenal sangat akrab dengan kiai-kiai pesantren dan warga nahdliyin secara luas.
Kedekatan dan ketaatannya kepada kiai itulah yang membuatnya mampu bertahan lama sebagai Ketua Umum PBNU. Ia dianggap mampu memahami psikologis para kiai pesantren, sesuatu yang tidak dikuasai oleh para pesaingnya di internal NU di era tersebut.
Kharismanya yang besar memang tidak tumbuh secara tiba-tiba melainkan melalui proses panjang. Dr. KH. Idham Chalid berproses dari bawah. sejak meniti karir dari Amuntai, Kalimantan Selatan hingga hijrah ke Jakarta berpentas di panggung nasional. Dalam pengabdian kepada bangsa dan negara, sosok yang dikenal bersahaja ini juga pernah menduduki posisi-posisi penting di pemerintahan dan lembaga tinggi negara serta pernah memimpin partai politik dan organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Sejalan dengan penjelasan Max Weber tentang kharisma, terlihat bahwa kharisma Dr. KH. Idham Chalid bukanlah sesuatu yang secara alami melekat pada dirinya an sich melainkan buah perjalanan panjang dalam pergulatan dan interaksi sosial dengan pengikutnya serta peran dan
tanggung jawab sosialnya di masyarakat.
Kharisma itulah yang hingga sekarang masih nampak pada almaghfurlah Dr. KH. Idham Chalid meskipun telah tiada.
Politik Rekognisi dan Selebrasi
Sama halnya dengan penetapan Pahlawan Nasional, penetapan nama jalan dan gedunggedung pemerintah, penetapan nama rumah sakit dengan menggunakan nama tokoh perlu dipahami sebagai politik rekognisi negara, baik pemerintah pusat maupun daerah terhadap entitas
seseorang maupun institusi.
Konsep politik rekognisi memang diakui memiliki peran yang semakin penting dalam memahami isu-isu identitas dan partisipasi publik. Bahkan, menurut Robby Ulzikri, politik rekognisi merupakan upaya mengakui, menghargai, dan memberdayakan berbagai identitas individu dan kelompok dalam masyarakat.