guru-menulis

Ketika Bencana Jadi Panggung Petugas Partai Jadi Candaan dan Pelajaran Penting dalam Crisis Management Digital

Sabtu, 13 Desember 2025 | 20:00 WIB
Opini mahasiswa Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Korporat Universitas Paramadina, Hana Oktaviana. (dok.Pribadi)

Oleh: Hana Oktaviana (Mahasiswa Magister Komunikasi Korporat Universitas Paramadina)

Kunjungan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bersama aktor Verrell Bramasta ke wilayah terdampak bencana di Sumatra beberapa waktu lalu, menjadi perhatian besar publik digital.

Kehadiran kedua figur publik itu, yang pada mulanya ditujukan sebagai bentuk empati dan dukungan terhadap masyarakat terdampak, justru bergeser menjadi bahan kritik, perbincangan satir, hingga olok-olok visual di berbagai platform media sosial.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana opini publik saat ini tidak lagi dibentuk secara linear oleh apa yang terjadi di lapangan, melainkan oleh bagaimana masyarakat memilih untuk menafsirkan dan membingkai peristiwa tersebut dalam ruang komunikasi digital.

Baca Juga: Endang Thohari Gandeng HMI Kota Bogor, Perkuat Empat Pilar Kebangsaan dengan Merawat Lingkungan

Sejak berbagai dokumentasi kunjungan beredar mulai dari foto, video, hingga potongan momen interaksi warganet segera mulai mengolah ulang visual yang muncul.

Banyak pengguna media sosial menyoroti pose formal, gestur komunikasi, hingga rangkaian kamera yang mengikuti rombongan.

Adegan-adegan tersebut dinilai tidak selaras dengan suasana duka di lokasi bencana. Melalui kreativitas digital, warganet memproduksi meme, gabungan teks-humor, hingga parodi yang membentuk narasi baru.

Baca Juga: Chandra Rahmansyah: Lingkungan Hidup menjadi Prioritas Utama Pemkot Depok

Dalam bingkai yang berkembang secara kolektif, kunjungan tersebut diposisikan bukan sebagai aksi kemanusiaan, melainkan sebagai strategi pencitraan yang lebih berorientasi pada kamera dari pada korban.

Fenomena ini sangat relevan dipahami melalui Framing Theory sebagaimana dirumuskan oleh Erving Goffman (1974) dan dikembangkan lebih sistematis oleh Robert Entman (1993).

Menurut Entman, framing adalah proses menonjolkan aspek tertentu dari sebuah realitas sehingga menghasilkan interpretasi yang diinginkan atau secara tidak langsung mengarahkan publik pada cara pandang tertentu.

Dengan kata lain, framing bukan sekadar mempresentasikan fakta, tetapi memilih bagian mana dari fakta yang dianggap penting dan mana yang tidak.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Tempat Makan Mi Aceh di Malang, Pedasnya Bikin Nagih

Halaman:

Tags

Terkini

OPINI: Inovasi atau Anomali Haji?

Rabu, 19 November 2025 | 21:05 WIB

Pahlawan Hari Ini

Senin, 10 November 2025 | 09:27 WIB

UMKM Naik Kelas

Selasa, 30 September 2025 | 20:36 WIB