METROPOLITAN.ID - Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi berencana membuka ruang baru bagi partisipasi warga melalui program bertajuk Ruang Publik yang akan mulai digelar pada September 2025.
Program ini memungkinkan masyarakat menyampaikan aspirasi, kritik, maupun pengaduan secara langsung kepada Wali Kota dan jajaran pemerintah daerah.
Wali Kota Sukabumi, Ayep Zaki, menyampaikan bahwa Ruang Publik merupakan bentuk reformasi birokrasi menuju pemerintahan yang lebih terbuka, responsif, dan partisipatif.
"Program ini terbuka untuk semua warga. Siapa pun yang ingin menyampaikan aspirasi bisa datang langsung ke Balai Kota. Akan ada pembatasan secara tematik dan jumlah kasus agar pembahasan tetap fokus, maksimal tiga sampai lima kasus per sesi,” ujar Ayep Zaki dalam keterangannya, Kamis 7 Agustus 2025.
Program Ruang Publik akan digelar rutin setiap hari Jumat pukul 13:30–16:00 WIB di Balai Kota Sukabumi. Tidak hanya untuk warga umum, sesi ini juga terbuka bagi kalangan mahasiswa, akademisi, tokoh masyarakat, hingga media massa.
Setiap sesi dialog akan menghadirkan langsung SKPD terkait, sehingga pengaduan atau masalah yang disampaikan dapat segera ditanggapi dan ditindaklanjuti.
"Kami ini manusia biasa, bukan malaikat. Tidak semua masalah bisa langsung selesai, tapi semua bisa didengar dan dicari solusinya bersama," ucap Ayep.
Agar proses berjalan efektif, setiap peserta yang ingin hadir dalam sesi Ruang Publik diwajibkan mengirim surat aspirasi atau pengaduan lebih dahulu.
Surat harus mencantumkan pokok permasalahan serta dinas tujuan, sehingga Pemkot bisa menyiapkan tindak lanjut secara tepat.
Surat-surat yang masuk akan diseleksi berdasarkan urgensi, kompleksitas persoalan, serta dampaknya terhadap kepentingan publik.
"Kami buka ruang dialog ini supaya tidak perlu ada demonstrasi. Kalau bisa disampaikan secara langsung dan solutif, kenapa harus turun ke jalan?" tegas Ayep.
Program ini juga menjadi respon Pemkot atas dinamika mahasiswa dan aspirasi publik yang berkembang. Ayep menyambut baik partisipasi mahasiswa dalam menyampaikan ide, kritik, maupun solusi atas isu-isu pemerintahan daerah.
"Mahasiswa cukup ajukan surat audiensi. Kami akan terima. Saya tidak anti kritik, justru sangat menghargai yang menyampaikan pandangan secara konstruktif," kata Ayep.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa kritik harus disampaikan dalam bingkai etika dan keilmuan, bukan dalam bentuk provokasi atau ujaran kebencian.