Minggu, 21 Desember 2025

Anggota TNI Larang Wartawan Liput Mediasi Kasus Bullying di MTsN 1 Purwakarta

- Rabu, 8 Oktober 2025 | 12:41 WIB
Anggota TNI Larang wartawan meliput mediasi kasus perundungan di MTsN 1 Purwakarta. (Foto: Istimewa)
Anggota TNI Larang wartawan meliput mediasi kasus perundungan di MTsN 1 Purwakarta. (Foto: Istimewa)

METROPOLITAN.ID - Proses mediasi kasus perundungan (bullying) yang terjadi di asrama MTsN 1 Purwakarta, Selasa 7 Oktober 2025 kemarin sempat diwarnai insiden kurang menyenangkan. Dimana, seorang anggota Babinsa melarang sejumlah wartawan meliput jalannya mediasi.

Dalam mediasi yang digelar kemarin, dihadiri oleh Kasi Pendidikan Madrasah Kementerian Agama (Kemenag) Purwakarta Munir Huda, pengelola asrama, aparat kepolisian dari Polres, Babinsa dan Bhabinkamtibmas setempat.

Suasana mediasi sempat tegang ketika seorang anggota Babinsa dengan nada tinggi melarang sejumlah wartawan untuk meliput.

Baca Juga: Kasus Bullying di MTsN 1 Purwakarta Berujung Damai

"Jangan diliput!" ucap oknum Babinsa itu dengan nada membentak, seperti disampaikan oleh beberapa awak media yang berada di tempat kejadian.

Tindakan anggota Babinsa tersebut menimbulkan ketegangan sejenak, dan memunculkan pertanyaan mengenai transparansi penanganan kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. Padahal, kehadiran media diharapkan dapat memberikan informasi yang berimbang serta menjadi sarana edukasi publik agar kejadian serupa tidak terulang.

Meski demikian, proses mediasi yang berjalan penuh emosional tersebut tetap berlanjut hingga selesai.

Baca Juga: Polres Purwakarta Bekuk 6 Pelaku Curanmor, 4 Diantaranya Masih Dibawah Umur

Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Purwakarta, Munir Huda mengatakan pihaknya langsung bergerak cepat pasca mendapat laporan dari keluarga korban.

"Kami langsung turun ke lokasi dan melakukan penelusuran. Dari hasil penyelidikan internal, ditemukan delapan siswa senior yang terlibat, sedangkan tujuh siswa menjadi korban," ucapnya.

Munir menjelaskan, peristiwa bullying terjadi pada Sabtu malam (4/10) yang dipicu oleh persaingan antara kelompok siswa senior dan junior.

"Anak-anak seusia mereka masih labil dan mudah terbawa emosi. Kesalahpahaman kecil bisa berkembang menjadi tindakan yang tidak semestinya," kata dia.

Menurut Munir, penyelesaian dilakukan melalui pendekatan keadilan restoratif atau islah, yang menekankan pada pemulihan hubungan dan tanggung jawab moral.

"Kami ingin persoalan ini tidak berlarut. Semua pihak sudah saling memaafkan, dan anak-anak pelaku berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," katanya.

Dari hasil penyelidikan internal yang dilakukan pihak sekolah. Terungkap bahwa dalam insiden ini terdapat delapan siswa menjadi pelaku dan ada 7 siswa yang menjadi korban.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X