METROPOLITAN.ID - Sidang Praperadilan SM dalam kasus PT Energi Kontruksi Nasional atau PT EKN kembali di gelar di Pengadilan Negeri Kabupaten Purwakarta kelas 1B, pada Selasa 17 September 2024.
Sidang kali ini digelar dengan agenda persidangan mendengar keterangan saksi ahli yang dibawa oleh pihak pemohon.
Kuasa hukum SM membawa Sunan Bendung sebagai saksi ahli dalam tahapan Sidang Praperadilan kali ini.
Baca Juga: Polisi Bongkar Sindikat Penipuan Modus Bisnis Hp di Kota Bogor, Korban Rugi Ratusan Juta
Dalam keterangannya, Sunan Bendung menerangkan bagaimana seharusnya proses seseorang ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan prosedur yang benar atau due process of law sebagaimana yang diatur dalam KUHAP dan Peraturan Kapolri tentang manajemen Penyidikan.
"Seperangkat prosedur yang disyaratkan oleh hukum sebagai standar acara yang berlaku universal dalam mencegah penghilangan atas hak hidup, kebebasan, kemerdekaan dan hak milik yang diambil oleh negara secara ilegal. Due proses of law menghasilkan prosedur dan substansi perlindungan terhadap hak setiap individu yang didalamnya menguji dua hal yaitu apakah penyidik atau penuntut umum telah menghilangkan hak tersangka berupa hak hidup, bebas merdeka dan hak milik tanpa prosedur?. Dan jika menggunakan prosedur, apakah prosedur yang ditempuh sudah sesuai dengan due process?" Ucap Sunan kepada sejumlah awak media, Selasa 17 September 2024.
Hal ini, kata Sunan Bendung, juga berkaitan dengan prinsip tiada proses tanpa prosedur yaitu prinsip hukum yang mensyaratkan bahwa bukti-bukti yang diperoleh haruslah didapatkan dengan cara yang benar menurut hukum. Namun, jika cara mendapatkan alat bukti bertentangan dengan hukum maka bukti yang diperoleh secara tidak sah atau inkonstitusional tidak dapat digunakan sebagai bukti yg diartikan sebagai bukti yg ternodai (tainted evidence). Termasuk derivative eviden (bukti yg tidak orisinil), dalam hal ini melekat pada bewijs veoring yaitu berkenaan dengan keabsahan mendapatkan alat bukti.
"Kapasitas saya sebagai ahli, yang saya sampaikan berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang saya miliki, menerangkan berdasarkan KUHAP dan Perkapolri nomor 6 tahun 2019, tentang menejemen penyidikan. Tentang prosedur menyangkut tentang bagaimana cara mendapatkan alat bukti agar alat bukti itu dapat diterima sebagai bukti, termasuk dilalamnya tentang bagaimana keharusan didalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, sebagaimana yang ditentukan dalam literasi ilmu pengetahuan, asas asas hukum maupun dalam ketentuan hukum yang berlaku saat ini," paparnya.
Menurutnya, alat bukti sebagai alat bukti yang bisa digunakan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP harus didapatkan sesuai prosedur, bahwa prosedur menentukan kualitas sebagai alat bukti itu sendiri, bahwa bukti yang relevan tetapi cara mendapatkannya tidak prosedural, maka alat bukti itu tidak dapat diterima sebagai alat bukti dan harus dikesampingkan (exclusionary rule) juga disebut sebagai alat bukti unlawfull legal eviden.
"Bahwa seseorang untuk dapat ditetapkan sebagai tersangka harus didasarkan pada adanya dua alat bukti yang sah sebagaimana dalam pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan tersangka, dan hal tersebut baru ada dalam proses projustitia yaitu pada saat penyidikan yang di tandai dengan adanya surat perintah penyidikan. Di sisi lain, juga secara imperatif yaitu harus dikeluarkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) paling lambat 7 hari setelah adanya sprindik, yang diberikan kepada Jaksa penuntut umum, palapor dan terlapor," pungkasnya.
Untuk diketahui, Sidang praperadilan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Purwakarta ini dipimpin oleh Dr. Yustika Tatar Fauzi Harahap,S,H.M,H dan akan dilanjutkan pada hari Kamis, 19 September 2024 dengan pembahasan agenda kesimpulan.(Aik)