METROPOLITAN.ID - Kasus perundungan (bullying) di lingkungan asrama MTsN 1 Purwakarta menemui titik penyelesaian. Korban dan para pelaku sepakat menempuh jalur keadilan restoratif atau restorative justice, setelah pihak terkait menggelar mediasi pada, Selasa 7 Oktober 2025.
Proses mediasi berlangsung haru dan penuh emosi. Para siswa terduga pelaku perundungan tampak menangis tersedu dihadapan keluarga korban.
Para pelaku memohon maaf atas tindakan kekerasan yang mereka lakukan kepada korban yang merupakan siswa juniornya di asrama. Orang tua para pelaku pun ikut hadir dan mengakui kesalahan anak-anak mereka, sembari berharap agar peristiwa tersebut menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.
Baca Juga: Polres Purwakarta Bekuk 6 Pelaku Curanmor, 4 Diantaranya Masih Dibawah Umur
Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kementerian Agama (Kemenag) Purwakarta, Munir Huda menuturkan bahwa langkah penyelesaian secara islah ditempuh agar masalah tidak terus berlarut dan berdampak lebih jauh terhadap para siswa.
"Kami ingin mencari jalan terbaik agar persoalan ini tidak berlanjut. Restorative justice ini kami sebut juga sebagai islah, yakni penyelesaian dengan musyawarah dan saling memaafkan," kata Munir, Selasa 7 Oktober 2025.
Dari hasil penyelidikan internal yang dilakukan pihak sekolah. Terungkap bahwa insiden ini terjadi pada Sabtu (4/10) malam di asrama putra. Sedikitnya, delapan siswa menjadi pelaku dan terdapat 7 siswa yang menjadi korban. Insiden ini dipicu oleh konflik antara kelompok senior dan junior di lingkungan asrama.
Baca Juga: Siswa MTsN 1 Purwakarta Alami Perundungan, Korban Dikeroyok Senior Hingga Luka Lebam
Beberapa korban perundungan diketahui mengalami luka fisik seperti lebam dan bengkak di bagian wajah. Bahkan satu diantaranya mengalami luka berat hingga mengalami trauma.
Dari tujuh korban, hingga kini baru dua yang kembali menjalani aktivitas belajar dan tinggal di asrama, sementara lima lainnya masih berada di rumah karena kekhawatiran orang tua.
Sementara itu, Humas Kemenag Purwakarta Lucky Andriansyah memastikan para korban dan pelaku akan mendapat pendampingan dari guru Bimbingan Konseling (BK). "Setiap dua siswa akan didampingi satu guru BK. Pendampingan ini penting untuk memulihkan semangat belajar, baik bagi korban maupun pelaku," katanya.
Lucky menyampaikan bahwa pihak sekolah tidak akan mengeluarkan para pelaku dari madrasah lantaran nama mereka telah terdaftar di Pangkalan Data Ujian Madrasah (PDUM).
"Kalau sampai dikeluarkan, mereka tidak bisa ikut ujian. Itu artinya kita tidak melindungi hak dasar mereka untuk belajar. Karena itu, kita pilih jalan pembinaan dan pendampingan," pungkas Lucky.***