Rob Thummel, analis senior dari Tortoise Capital, memperkirakan harga minyak bisa melonjak hingga mencapai 100 dolar AS per barel jika jalur pelayaran di kawasan tersebut terganggu.
2. Potensi Konflik Militer Regional
Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Apresiasi Depok Run Festival 2025, Bangkitkan Kerinduan Pelari di Depok
Langkah Iran ini juga berpotensi memperbesar eskalasi konflik militer.
Ketegangan dapat melibatkan kekuatan Amerika Serikat, negara-negara Teluk, serta armada laut negara-negara Eropa, terutama anggota NATO seperti Prancis dan Inggris yang telah memiliki kehadiran militer di kawasan tersebut.
Konflik lokal dapat berkembang menjadi konfrontasi berskala regional yang berdampak pada stabilitas kawasan Timur Tengah dan keamanan global.
3. Disrupsi Perdagangan dan Rantai Pasok
Selain sebagai jalur utama ekspor minyak dan gas, Selat Hormuz juga merupakan titik penting dalam perdagangan global.
Gangguan terhadap lalu lintas kapal di wilayah ini dapat menghambat pengiriman berbagai komoditas penting—termasuk bahan baku industri, komponen elektronik, hingga barang konsumsi ke Eropa dan wilayah lain.
Hal ini akan berdampak pada kelancaran rantai pasokan dan operasional industri, terutama di sektor manufaktur dan energi.
4. Asia Menjadi Kawasan Paling Terpukul
Meskipun krisis ini berskala global, negara-negara Asia diperkirakan akan menanggung dampak paling signifikan.
Berdasarkan data dari U.S. Energy Information Administration (EIA), sekitar 84 persen ekspor minyak mentah dan 83 persen gas alam cair yang melewati Selat Hormuz dikirim ke pasar Asia.
