METROPOLITAN.ID - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2024 yang menetapkan pemilu serentak 2029 dilaksanakan dalam dua tahap mendapat respons dari pengamat politik dan kebijakan publik Universitas Djuanda, Gotfridus Goris Seran.
Seran menilai putusan tersebut sebagai langkah strategis dalam memperkuat sistem presidensial serta mendorong peningkatan partisipasi politik masyarakat.
“Putusan MK ini tetap menegaskan bahwa pemilu diselenggarakan secara serentak, namun dipisah dari segi waktunya,” ujar Gotfridus Goris Seran kepada Metropolitan.id, Senin 30 Juni 2025.
Baca Juga: BRI jadi Institusi Keuangan Nomor Satu di Indonesia Versi Fortune Southeast Asia 500
Ia menjelaskan bahwa konsep keserentakan pemilu telah berkembang sejak Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 dan diperkuat dalam Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang mengusulkan enam model keserentakan.
Pada Pemilu 2029, Indonesia akan menggunakan model keempat, yakni pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah.
“Pemilu serentak nasional akan memilih anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden. Sementara pemilu serentak daerah akan memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya,” jelasnya.
Baca Juga: Jelang Diresmikan, Seskab Teddy Tinjau Progres Sekolah Rakyat Sentra Handayani Didampingi Mensos
Seran menyebutkan bahwa pelaksanaan kedua tahap pemilu ini akan berjarak 2 hingga 2,5 tahun.
Pemisahan ini dinilai memberikan sejumlah implikasi penting, salah satunya terkait sistem rekrutmen penyelenggara pemilu yang akan menjadi lebih seragam.
“Menurut saya, implikasinya juga menyangkut rekruitmen penyelenggara pemilu yang sifatnya harus serentak, baik di tingkat nasional maupun daerah, sehingga penyelenggaranya seirama,” kata dia
Dari sisi pemilih, Seran menilai pemisahan waktu pelaksanaan akan mengurangi kejenuhan yang selama ini muncul akibat menumpuknya tahapan pemilu dalam satu tahun yang sama.
“Dengan waktu yang berbeda, isu-isu daerah akan lebih menonjol. Ini tidak seperti pada 2024 lalu, ketika pemilu nasional diadakan Februari dan pemilu daerah pada November di tahun yang sama, sehingga isu-isu lokal tersubordinasi dibawah isu-isu nasional,” tutur Seran.
Ia juga menilai bahwa pemisahan pelaksanaan ini akan membawa efisiensi dari sisi tenaga, waktu, dan anggaran.