politik

Beda Sikap Gerindra soal Status Bencana Nasional, Cuitan Lama Disorot

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:16 WIB
Tumpukan gelondongan kayu pasca banjir bandang yang menerjang wilayah Sumatera. (Foto: X/@ranggavega)

METROPOLITAN.ID - Perhatian netizen tengah tertuju pada Partai Gerindra, yang posisinya dinilai kontras saat menanggapi bencana Gempa Lombok (2018).

Netizen ramai-ramai membandingkan sikap tersebut dengan krisis banjir bandang yang melanda wilayah Sumatera pada pengujung 2025.

Perdebatan ini mencuat setelah jejak digital partai tersebut yang pernah mendesak pemerintah menetapkan status Bencana Nasional.

Ironisnya, saat ini, ketika jumlah korban jiwa di Sumatera melampaui angka seribu orang, dua kali lipat dari korban Gempa Lombok, pemerintah di mana Gerindra menjadi bagian utama di dalamnya, justru bersikap sebaliknya.

Baca Juga: Komisi Reformasi Polri Akan Menyoroti Perpol Penempatan Polisi di 17 Lembaga Kementerian

Beda Sikap Gerindra soal Lombok vs Sumatera

Pada tahun 2018, Indonesia diguncang oleh gempa tektonik hebat di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang merenggut lebih dari 500 nyawa.

Kala itu, Gerindra yang berada di luar pemerintahan (oposisi) bertindak sangat vokal. Melalui akun resminya, mereka mendesak Presiden agar segera menetapkan status Bencana Nasional.

"Gerindra mendesak pemerintah untuk segera menetapkan kejadian gempa Lombok ini menjadi bencana nasional.

Baca Juga: Mahasiswa Sains Komunikasi FISIP Unida Belajar Bersama Wartawan di Kelas Praktisi Mengajar

"Dengan tujuan agar penanganan pasca bencana terhadap daerah yang terdampak dapat dilakukan dengan intensif," demikian bunyi tersebut.

Status Bencana Nasional, menurut Gerindra, akan memudahkan mobilisasi sumber daya pusat secara total, mempercepat anggaran, dan memberikan kepastian perlindungan bagi warga terdampak.

Namun, narasi ini kini dianggap menjadi 'bumerang' politik bagi partai berlambang kepala garuda tersebut.

Memasuki Desember 2025, banjir bandang dahsyat menerjang tiga provinsi sekaligus yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Dampaknya jauh lebih masif secara statistik dibandingkan tragedi Lombok. Korban jiwa diperkirakan menembus angka 1.000 jiwa, dan ribuan rumah hanyut dan akses logistik lumpuh total.

Halaman:

Tags

Terkini