seremoni

Sepak Terjang Bambang Wahyu Sebagai Komisioner KPU Kota Bogor Jadikan Warga Sebagai Pemilih Berdaulat

Kamis, 3 Januari 2019 | 09:57 WIB

METROPOLITAN - Dua periode menjadi penyelenggara pemilu membuat Bambang Wahyu matang. Kini, sebagai Komisioner KPU Kota Bogor ia memiliki target ingin menjadikan warga sebagai pemilih berdaulat. Lantas, seperti apa gagasan yang dimaksud? Berikut wawancara Harian Metropolitan bersama pria berusia 46 tahun ini:

Sejak kapan Anda aktif menjadi penyelenggara pemilu? Semenjak tahun 2013. Tetapi, jauh sebelumnya saya juga sudah sering menjadi pembicara dalam kegiatan kepemiluan. Saya masuk KPU dari unsur perguruan tinggi karena basis saya sebelumnya adalah dosen dan peneliti. Komisioner KPU itu terdiri dari berbagai unsur misalnya pengacara dan lain sebagainya. Nah saya dari unsur dosennya. Apa yang melatarbelakangi Anda mau menjadi penyelenggara pemilu? Aktivitas sebagai dosen dan peneliti memudahkan analisis saya dalam membedah berbagai persoalan terkait dengan isu-isu politik. Apalagi tesis dan disertasi saya terkait erat dengan filsafat politik. Belum lagi, menjadi komisioner KPU dihadapkan pada masalah teknis penyelenggaraan sehingga analisa filsafat pada ranah yang lebih general sedikit dikurangi. Pengalaman sebagai komisioner ini memberikan pemahaman komprehensif tentang tata kelola penyelenggara pemilu, pendidikan pemilihdan peningkatan partisipasi masyarakat. Apalagi divisi yang saya pegang sebelumnya adalah sosialisasi, SDM dan partisipasi masyarakat. Setelah bergabung, apa yang ingin Anda lakukan? Grand-desain Pemilu yang proseduralteknis sebenarnya sudah makin bergeser ke arah substansi. Jadi KPU dewasa ini dalam semua tingkatannya tidak hanya fokus pada penguatan demokrasi prosedural tapi juga demokrasi substansial. Misalnya keterlibatan aktif masyarakat sebagai pemilih bukan hanya angka saja melainkan sebuah upaya meningkatkan kualitas demokrasi. KPU tidak mungkin menjadikan pemilih hanya sebatas angka dalam DPT karena ini mereduksi keunikan manusia. Atas dasar itu, bagaimana kemudian diupayakan berbagai cara untuk menjadikan ”pemilih berdaulat”. Lalu, bagaimana cara yang Anda gunakan untuk mengejar target itu? Saya selalu menjadikan momentum sosialisasi dan pendidikan pemilih sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman pemilih tentang urgensi pemilu. Bagaimana suara pemilih sangat bernilai ”one man one vote one value”. Bahwa semua aktivitas kehidupan kita merupakan produk dari politik. Sikap apatis atau golput tidak akan menyelesaikan masalah. Atau tentang ”bargaining position” politik perempuan di parlemen. Secara sederhana, tugas KPU itu hanya dua, melayani peserta pemilu dan melayani pemilih. Dua tugas ini yang menjadi konsentrasi untuk menyelenggarakan pemilu yang berkualitas. Berbagai kreativitas dan inovasi dilakukan untuk melayani dua elemen ini. Terakhir, harapan ke depan Anda seperti apa? Saya sangat berharap pelaksanaan Pemilu 2019 bisa berlangsung dengan baik. Masyarakat dewasa ini adalah masyarakat post-politik yang melihat proyeksi ideologis tidak hanya dilakukan oleh partai politik tapi juga para teknokrat dan perusahaan-perusahaan besar. Masing-masing pihak berkeadilan mengisi ekspektasi masyarakat tentang politik dan demokrasi. Atas dasar itu, partai politik pun harus mampu mengapresiasi kebutuhan masyarakat tersebut, mengubah paradigma politiknya sesuai dengan tuntutan zaman.(rez)

Tags

Terkini

Kunker ke Kota Kisarazu, Bima Arya Perkuat Kerja Sama

Senin, 28 November 2022 | 16:01 WIB

Bantu Korban Gempa Cianjur, Antam Turunkan ERG

Kamis, 24 November 2022 | 11:08 WIB