METROPOLITAN - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bogor mengusulkan adanya nomenklatur ‘Kerukunan, Toleransi dan Perdamaian’ dalam penyusunan Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor 2019-2024.
Ketua FKUB Kota Bogor Achmad Chotib Malik didampingi Tokoh Lintas Agama mengatakan, usulan nomenklatur tersebut dirasa perlu dimasukkan dalam dokumen resmi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor agar wacana kerukunan, toleransi dan perdamaian menjadi spirit dan mengilhami segenap aktivitas kegiatan Pemkot Bogor di masa datang.
“Adapun pertimbangannya antara lain karena kerukunan umat beragama di daerah merupakan bagian penting dari kerukunan nasional. Berdasarkan data Potensi Desa/Kelurahan (Podes) Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat 2018, Kota Bogor adalah kota yang majemuk, kota yang dihuni beragam etnis dan agama, tidak ada satu kelurahan yang homogen,” ungkap Chotib.
Berdasarkan pertimbangan itu, lanjut dia, nomenklatur ‘kerukunan, toleransi dan perdamaian’ harus masuk rancangan program setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkot Bogor. “Selama ini kan hanya di kesbangpol. Ke depan harus masuk setidaknya ke dalam program Dinas Pendidikan, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Satuan Polisi Pamong Praja, DPMPTSP dan Dinas Sosial Kota Bogor,” ujarnya.
Ketua Tim Perumus FKUB, Hasbulloh, menjelaskan, penyebaran nomenklatur di masing-masing SKPD bertujuan agar tanggung jawab mewujudkan kehidupan masyarakat yang rukun, toleran dan damai. Tak hanya dibebankan kepada satu SKPD yang selama ini dilakukan Kesbangpol melalui FKUB Kota Bogor, melainkan menjadi tanggung jawab bersama pemkot. ”Karena itu, agenda peningkatan kerukunan, toleransi umat beragama dan perdamaian perlu menjadi perhatian seluruh perangkat daerah dalam penjabaran program pembangunan daerah Kota Bogor 2019-2024,” jelasnya.
Usulan FKUB itu disambut baik Wali Kota Bogor, Bima Arya. Bima berharap ikhtiar FKUB dapat menghapus stigma Bogor sebagai kota intoleran. “Padahal, DNA Kota Bogor adalah toleransi. Itu sudah turun temurun diwariskan leluhur kita,” ungkapnya. Untuk itu, kata Bima, nomenklatur tersebut perlu diperkuat dalam tiga hal, yakni legal, kebijakan dan penyelesaian kasus. Pada aspek legal, sangat diperlukan landasan yang sangat kuat.
“Sekarang urusan kita adalah rumah ibadah, ada GKI Yasmin, Masjid Imam Hanbal ini PR kita. Satu per satu akan diselesaikan. Jadi, kalau ini selesai, ini akan menjadi lompatan karena menyelesaikan sesuatu yang dianggap tidak dapat diselesaikan,” pungkasnya. (*/ feb/py)