Sampai saat ini, KLHK baru menetapkan 244.195 hektar di 131 wilayah adat. Padahal potensi hutan adat dari peta wilayah adat teregistasi di BRWA mencapai 22,8 juta hektar.
Baca Juga: Samsung Galaxy Watch 7 Akan Adakan Peningkatan Pada Kecepatan hingga Ketahanan Baterai
Belum adanya Undang-Undang tentang Masyarakat Adat (UUMA) menyebabkan urusan pengakuan masyarakat adat dijalankan mengikuti peraturan perundangan sektoral.
Akibatnya tidak ada kelembagaan dan progam di tingkat nasional yang dapat menggerakkan seluruh proses perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat di Indonesia.
"Kerumitan yang dialami masyarakat adat dalam menghadapi kondisi politik kebijakan daerah dan birokasi pengakuan wilayah adat, hak-hak atas tanah, hutan serta wilayah pesisir laut perlu segera dihentikan," kata dia.
Baca Juga: Samsung Kini Sedang Lakukan Memperbaiki Masalah Kamera Foto Gelap pada Samsung Galaxy 24 Ultra
Pemerintah pusat dan daerah perlu segera melakukan terobosan dan kemudahan bagi masyarakat adat melakukan pengakuan hak-hak masyarakat adat," imbuh Kasmita Widodo.
Sebab itu, AMAN menggugat Presiden dan DPR RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena 15 Tahun Tak Kunjung Sahkan RUU Masyarakat Adat.
Hal itu diungkapkan Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi.
Menurut dia, ancaman terhadap masyarakat adat dan wilayah adat berpotensi masih terus berlangsung di masa transisi pemerintahan maupun pada masa pemerintahan mendatang.
Ketiadaan UU Masyarakat Adat, masifnya investasi, dan implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah menjadi kombinasi yang sempurna terhadap perampasan wilayah adat serta penyingkiran masyarakat adat atas ruang hidupnya.
“Momentum Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara ini hendaknya pemerintah dan DPR untuk sungguh-sungguh menjalankan amanat konstitusi UUD 45 dalam melindungi dan mengakui masyarakat adat dan wilayah adatnya. Segera membahas dan mengesahkan UU Masyarakat Adat," kata Rukka Sombolinggi.***