"Atas berbagai tunggakan tersebut, kembali saya mengingatkan bahwa JKN ini merupakan program Negara dalam wujud asuransi sosial berprinsip gotong royong dan tidak bisa berjalan sendiri tanpa kolaborasi lintas sektor," ungkapnya.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Prof Nunung Nuryartono, dalam sambutannya menekankan, adanya Inpres Nomor 1 Tahun 2022 telah menginstruksikan 11 tugas kepada Pemerintah Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) agar segera mengambil langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan Program JKN.
"Kemenko PMK terus memantau secara reguler pelaksanaan seluruh rencana aksi pelaksanaan Inpres 1/2022 dan melaporkannya kepada Bapak Presiden untuk terus melanjutkan Program JKN," ucapnya.
Kegiatan dimulai oleh paparan dari Kementerian Dalam Negeri mengenai kebijakan mekanisme penganggaran JKN. Melalui SIPD (Sistem Informasi Pemerintah Daerah), yang dibangun Kementerian Dalam Negeri, Kemenko PMK dan seluruh stakeholder bisa memantau 9 komponen penganggaran JKN dalam APBD.
Data penganggaran 9 komponen JKN ini dijadikan acuan dalam kegiatan monev untuk memastikan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung program JKN.
Narasumber dari Kementerian Keuangan yang hadir juga menyampaikan data sumber pembiayaan dana transfer pusat yang dapat digunakan untuk pendanaan JKN antara lain adalah Dana Alokasi Umum (DAU) earmarked Kesehatan yang berdasarkan data tahun 2023, belum sepenuhnya digunakan Pemda untuk keperluan Kesehatan, Pajak Rokok dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) termasuk penggunaan Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus).
Dalam kesempatan ini Kementerian Keuangan juga memberikan alternatif mekanisme pemotongan DAU sebagai solusi penyelesaian tunggakan Pemda.
Ditambah lagi, selama 2023 total klaim RS milik pemerintah dan pembayaran kapitasi kepada Puskesmas/FKTP kepada Pemerintah daerah di seluruh Provinsi Jawa Barat berjumlah Rp 7,3T.
Dana tersebut tentunya dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu layanan kesehatan di Jawa Barat.
Selanjutnya, 28 Pemda tersebut dibagi ke dalam 2 kelompok untuk dilakukan pendalaman substansi lebih detil yang dipimpin oleh Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK, Niken Ariati.
Sesi pendalaman dilakukan dengan membahas satu persatu masalah yang dihadapi setiap Pemda antara lain dengan memaparkan nilai kapitasi dan klaim RS yang dibayarkan BPJS Kesehatan, besaran tunggakan iuran Pemda dan alternatif penyelesaiannya, anggaran yang dialokasikan Pemda pada tahun 2024, dan potensi alokasi DBH/DAU.
Hasil monev menunjukkan bahwa hampir seluruh daerah sudah mencapai UHC namun masih terdapat kendala mulai dari jumlah keaktifan kepesertaan yang rata-rata di angka 73,59%.
Selain itu, adanya tunggakan dalam pembayaran iuran oleh Pemda, baik kontribusi iuran PBI (Penerima Bantuan Iuran), PBPU/PD Pemda, bantuan iuran PBPU/PD Pemda, bantuan iuran PBPU Kelas 3, hingga iuran wajib Pemda atas ASN daerahnya.
Selaku Ketua Tim Monev, Niken menekankan perlu komitmen bagi pemerintah daerah untuk menyelesaikan kendala yang ada dalam pelaksanaan Program JKN.
Menurutnya, komitmen UHC yang ada perlu ditindaklanjuti dengan kecukupan anggaran dan verifikasi serta validasi data secara berkala, termasuk merekam peserta JKN kelas 3 yang non-aktif di wilayahnya untuk direaktivasi sebagai peserta PBI Pemda.