METROPOLITAN.ID - Kasus kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terus berkembang dan kini memasuki babak baru setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh perusahaan tekstil ini.
Keputusan ini membuat status pailit Sritex menjadi final dan mengikat. Artinya perusahaan yang telah beroperasi lebih dari tiga dekade ini kini dinyatakan resmi pailit dengan keputusan hukum tersebut.
Hal itu tentunya menjadi titik balik dalam perjalanan panjang perusahaan yang sebelumnya dianggap sebagai pilar utama dalam industri tekstil Indonesia.
Baca Juga: 15 Ribu Botol Miras Digilas Alat Berat, Hasil Razia Sebulan di Bogor
Dengan status pailit yang telah berkekuatan hukum tetap, masa depan Sritex kini bergantung pada bagaimana langkah-langkah penyelamatan yang akan diambil oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya
Penyebab Kepailitan Sritex
Kepailitan Sritex tidak terjadi begitu saja. Sejak awal, perusahaan ini telah menghadapi sejumlah tantangan besar yang menggerogoti stabilitas finansialnya.
Salah satu pemicu utama adalah masalah pengelolaan utang yang tidak efektif. Laporan keuangan per September 2023 menunjukkan total liabilitas perusahaan mencapai US$1,54 miliar, atau sekitar Rp24,3 triliun.
Baca Juga: Simak Daftar Negara dengan Harga Indomie Termahal di Dunia, Sampai Rp37.000 per Bungkus!
Angka ini mencerminkan beban utang yang sangat besar dan sulit ditangani oleh Sritex, mengingat kondisi keuangan yang semakin tertekan.
Selain itu, krisis global yang dipicu oleh pandemi COVID-19 turut memperburuk kondisi Sritex. Penurunan permintaan global terhadap produk tekstil, diikuti dengan gangguan pada rantai pasokan dan penurunan daya beli masyarakat, memperburuk arus kas perusahaan.
Sritex yang sebelumnya menjadi salah satu pemain utama di pasar tekstil dunia harus menghadapi kenyataan bahwa permintaan terhadap produk mereka menurun tajam.
Baca Juga: 6 Pemain Brazil Yang Pernah Menyabet Gelar The Best FIFA Men Player Sepanjang Masa
Faktor lain yang berkontribusi pada kepailitan adalah persaingan pasar yang semakin ketat. Masuknya produk tekstil impor murah ke pasar domestik dan penurunan daya saing di pasar global semakin memperburuk kondisi Sritex.