Meski demikian, Fadli Zon menyatakan bahwa jika dugaan tersebut terbukti secara sah, ia mendukung agar para pelaku kekerasan seksual diadili dan dihukum seberat mungkin sesuai dengan hukum yang berlaku.
Baca Juga: Viral! Jamaah Ngaji Tutupi Wajah dengan Kain, Bikin Netizen Bingung
Fadli Zon Diduga Kaburkan Fakta, Desakan Permintaan Maaf Menguat
Pernyataan Menbud Fadli Zon tersebut memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan aktivis dan masyarakat sipil.
Koalisi Masyarakat Sipil menyayangkan pernyataan yang dinilai berpotensi mengaburkan fakta-fakta pelanggaran HAM masa lalu serta menyakiti para penyintas.
"Bukannya mendorong proses pengungkapan kebenaran peristiwa 1998, terutama menguatnya kasus kekerasan terhadap perempuan, Fadli Zon justru mengaburkan peristiwa yang terjadi," kata Bhatara Ibnu Reza dari DeJure dalam keterangannya, Selasa (17/06/25).
Baca Juga: Xabi Alonso Tegaskan Disiplin Ketat di Real Madrid: Tak Ada Tempat Bagi Pemain yang Malas
Koalisi tersebut menilai bahwa pernyataan Fadli berpotensi memperkuat impunitas terhadap pelaku pelanggaran HAM, dan rencana penulisan ulang sejarah oleh pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan dinilai tidak berdasar secara hukum.
Bhatara juga mengungkapkan bahwa para korban tragedi 1998 telah menanggung penderitaan berkepanjangan karena minimnya kejelasan hukum.
Belum tuntasnya proses pemulihan korban dan tidak adanya keadilan yang ditegakkan memperparah kondisi mereka.
"Kami menilai, penulisan buku sejarah yang potensial mengubur fakta sejarah ini justru menunjukkan karakter pemerintah otoriter ala Orde Baru yang secara sistematis dan terencana mengubur fakta-fakta pelanggaran HAM," imbuhnya.
Menurut pernyataan Koalisi, pemerintah melalui Fadli Zon dianggap berupaya menutup fakta-fakta yang seharusnya diungkap secara hukum, dengan alasan ketiadaan bukti yang lengkap dan menyeluruh.
"Buku sejarah ini justru akan menjadi salah satu faktor impunitas atas pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dan bahkan menjadi upaya untuk menghalangi-halangi korban mendapatkan keadilannya," pungkas Bhatara.