METROPOLITAN.ID - Di tengah memanasnya konflik antara Iran dan Israel pada Juni 2025, publik Indonesia justru dikejutkan oleh viralnya ulang tayang sebuah video ramalan lama dari budayawan Emha Ainun Nadjib, atau yang akrab disapa Cak Nun.
Potongan video tersebut kembali mencuat dan ramai diperbincangkan lantaran dianggap meramal konflik Timur Tengah secara presisi jauh sebelum peristiwa itu benar-benar terjadi.
Video lawas yang disebut-sebut berasal dari lebih dari satu dekade lalu, kembali beredar setelah diunggah oleh akun X (dulu Twitter) @6undul0h, dan langsung menyebar luas di jagat maya Indonesia. Dalam video itu, Cak Nun mengungkapkan skenario geopolitik global yang kini dirasa sangat relevan.
Baca Juga: Trump Umumkan Gencatan Senjata Iran-Israel, Teheran Bantah Sepenuhnya Sepakat
“Suatu hari Iran akan diserang oleh Israel dan Amerika. Dan nanti Arab Saudi dipastikan akan membela Israel,” ujar Cak Nun dalam potongan video itu.
Pada tahun 2012, pernyataan semacam itu terdengar tak masuk akal. Arab Saudi dikenal sebagai pemimpin dunia Islam Sunni yang selama puluhan tahun bersikap kritis terhadap Israel.
Namun pada 2025, pergeseran geopolitik dan aliansi strategis di kawasan Timur Tengah tampaknya mulai merefleksikan apa yang dulu sekadar disebut “analisis” oleh Cak Nun.
Terlebih dengan semakin eratnya hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Israel dalam kerangka kerja sama ekonomi dan keamanan, banyak pihak menilai bahwa prediksi Cak Nun benar-benar terjadi.
Baca Juga: Dampak Penutupan Selat Hormuz oleh Iran terhadap Ekonomi Dunia
Tak berhenti di situ, Cak Nun juga menyoroti bagaimana konflik Timur Tengah bisa memecah belah opini publik di Indonesia.
“Pertanyaannya untuk Indonesia, Indonesia bela mana? Bela Iran atau bela Israel?”
“Kita pasti keras kepala sendiri. Separuh bela Iran, separuh bela Israel, atau nggak bela siapa-siapa, karena nggak ngerti.”
Kini, hal itu benar-benar terjadi. Media sosial dipenuhi oleh perdebatan warganet Indonesia yang terpecah. Sebagian membela Iran karena alasan ideologis atau solidaritas, sementara sebagian lainnya berpihak pada Israel dengan dalih kepentingan politik global.
Tidak sedikit pula yang mengaku bingung atau bersikap netral, karena tidak memahami konteks sepenuhnya.(*)