METROPOLITAN.ID - Film dokumenter “Dirty Vote O3,” garapan sutradara Dandhy Dwi Laksono, menjadi viral karena mengungkap dugaan kecurangan sistematis dalam pemilu Indonesia, yang disampaikan dengan analisis mendalam oleh tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti.
Film berdurasi sekitar 4 jam ini membahas bagaimana sistem politik di Indonesia diduga dibajak agar menguntungkan kelompok oligarki tertentu melalui tiga aspek utama: otot (kekerasan dan kekuatan koersif), otak (pengaturan politik dan parlemen tanpa oposisi), dan ongkos (pendanaan politik elit).
Film ini menampilkan kritik tajam tentang hubungan kekuasaan dan ekonomi yang menyebabkan dominasi oligarki serta melibatkan peran institusi negara seperti kepolisian dan militer yang diperkuat dalam konteks politik saat ini.
Baca Juga: Kecelakaan Maut, Seorang Wanita Hamil Tewas di Tempat Usai Tertabrak KRL di Tebet Jakarta Selatan
Isi film menyoroti sejumlah kebijakan kontroversial dan kebijakan pemangkasan anggaran yang dinilai memicu keresahan publik, seperti kenaikan pajak, pembatasan kebebasan partisipasi publik, penempatan pejabat militer dan polisi aktif di jabatan sipil, serta pembentukan koalisi politik yang besar tanpa ruang oposisi.
Film ini juga mengkritisi narasi pemerintah yang membangun ketakutan terhadap perlawanan yang dikaitkan dengan musuh luar atau kelompok tertentu, sebagai bagian dari rasa insecure penguasa saat ini.
Tuduhan terhadap film ini datang dari pihak tertentu, termasuk Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, yang menuding film tersebut sebagai kampanye hitam dan fitnah yang memanfaatkan masa tenang pemilu untuk mengganggu politik praktis.
Mereka menganggap narasi film tidak berdasar dan berpotensi menyebarkan kebencian.
Namun, kritik dari pakar hukum dan tokoh publik umumnya menilai film ini sebagai kritik substansial yang meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya pengawasan pemilu, meski ada juga yang memandang film hanya mengungkap sebagian kecil masalah yang kompleks.
Reaksi publik beragam, dengan sebagian mendukung film sebagai bahan pembelajaran demokrasi dan kontrol sosial, sementara sebagian lain mengkritik timing dan isi film.
Kontroversi ini turut menimbulkan laporan kriminalisasi terhadap tim produksi film, sehingga film menjadi simbol perdebatan tentang kebebasan berekspresi dan transparansi politik di Indonesia.
Terlepas dari polemik, “Dirty Vote O3” berhasil menarik perhatian jutaan penonton dan memicu diskusi luas tentang reformasi politik dan demokrasi di Indonesia.