Subhan Palal menyatakan bahwa Gibran menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas (SMA) di Orchid Park Secondary School, Singapura.
Menurutnya, pendidikan yang ditempuh di luar negeri tersebut tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan undang-undang pemilihan umum di Indonesia terkait syarat pendidikan menengah yang diselenggarakan berdasarkan hukum nasional.
Berdasarkan dalil hukum ini, Subhan Palal meminta majelis hakim untuk memutuskan dua hal penting yang dapat berdampak luas pada konstelasi politik nasional.
Pertama, ia memohon agar pengadilan menyatakan jabatan Gibran sebagai Wakil Presiden Indonesia periode 2024 – 2029 sebagai jabatan yang tidak sah.
Kedua, ia menuntut agar kedua tergugat, Gibran dan KPU, secara bersama-sama membayar ganti rugi materiil dan imateriil sebesar Rp125 triliun.
Ganti Rugi untuk Seluruh Warga Negara
Saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 15 September 2025, Subhan Palal menjelaskan bahwa angka Rp125 triliun bukanlah sekadar angka asal-asalan, melainkan memiliki dasar hitung-hitungan yang unik.
Ia menegaskan bahwa gugatan ini dilayangkan karena adanya perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan korban terhadap sistem hukum negara.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Bentuk Tim Khusus Buru Jejak 3 Orang yang Hilang Saat Demo DPR Memanas
"Karena yang ini perbuatan melawan hukum, korbannya sistem negara hukum. Maka sistem negara hukum ini adalah negara yang milik seluruh warga negara Indonesia," ungkap Subhan.
Dengan argumen ini, ia berjanji akan menyetorkan uang ganti rugi tersebut ke kas negara apabila gugatannya dikabulkan oleh majelis hakim.
Menurutnya, uang itu kemudian dapat dikembalikan kepada seluruh warga negara Indonesia yang menjadi korban dari pelanggaran sistem hukum tersebut.
Lebih lanjut, Subhan Palal bahkan menyajikan perhitungan yang mendasari jumlah tersebut.
Baca Juga: Niatnya Sehat, Malah Sakit! Wanita Ini Anemia Akut Akibat Sering Minum Matcha