Klimaks perlawanan rakyat Blambangan terjadi pada Perang Puputan Bayu pada 18 Desember 1771.
Perang ini merupakan perlawanan total, sesuai dengan makna kata puputan yang berarti perang hingga titik darah penghabisan.
Dipimpin oleh Mas Rempeg atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran Jagapati, laskar Blambangan yang didukung oleh berbagai elemen lokal dan pedagang dari etnis Bugis, Melayu, dan Tionghoa, bertempur mati-matian melawan pasukan VOC yang dibantu oleh laskar-laskar pribumi dari Madura.
Perlawanan berpusat di benteng pertahanan mereka di Desa Bayu.
Baca Juga: Jadwal Ganjil Genap dan One Way Puncak Bogor Sabtu 25 Oktober 2025
Meskipun VOC mengerahkan 10 ribu personel dengan persenjataan modern dan menghabiskan dana yang fantastis (diperkirakan setara 8 ton emas), semangat puputan rakyat Blambangan sangatlah heroik.
Tragisnya, perang ini menyebabkan bencana demografi yang mengerikan.
Sejarawan Thomas Stamford Raffles mencatat bahwa penduduk Blambangan yang awalnya berjumlah lebih dari 80.000 jiwa, menyusut drastis menjadi hanya sekitar 8.000 jiwa pasca-perang.
Lahirnya Banyuwangi
Baca Juga: Harga Perak Hari Ini 25 Oktober 2025, Ini Proyeksi Jangka Panjangnya
Kemenangan VOC atas Blambangan pada 18 Desember 1771 menandai berakhirnya era kerajaan Hindu di Jawa dan dimulainya era kolonial di ujung timur pulau.
Setelah perang, VOC segera mengambil alih kekuasaan dan mengangkat R. Wiroguno I sebagai bupati pertama untuk mengelola wilayah baru ini.
Tanggal kemenangan militer kolonial inilah yang kemudian diresmikan sebagai Hari Jadi Kabupaten Banyuwangi.
Dengan demikian, Hari Jadi Banyuwangi bukan hanya merayakan pembentukan pemerintahan baru, tetapi juga mengenang pengorbanan pahlawan Blambangan yang gugur dalam mempertahankan kedaulatan.
Baca Juga: 5 Tempat Makan Enak Dekat Pantai Watu Ulo Jember, Banyak yang Buka 24 Jam!