METROPOLITAN.ID - Ketua Umum HMS Center, Hardjuno Wiwoho mendukung penuh langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggandeng Aparat Penegak Hukum (APH) dalam pemeriksaan dugaan penyimpangan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Mayapada, milik konglomerat Dato Sri Tahir.
Sisi lain, bank juga diminta melakukan langkah-langkah penyelesaian permasalahan pelanggaran BMPK tersebut dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik sesuai ketentuan yang berlaku.
Di masa lalu ujar Hardjuno penyebab krisis perbankan 1998 karena pemilik bank yang memperkaya diri dari kredit yang diberikan. Bahkan banyak kredit macet, karena pemberian kredit yang asal-asalan sehingga membebani stabilitas sistem perbankan.
Baca Juga: Waspada! Ternyata Begini Cara Penularan Antraks ke Manusia
Untuk itu tegas Hardjuno, pemilik Bank Mayapada Tahir perlu diperiksa OJK bila ternyata diketahui ada fraud. OJK tidak perlu takut dan ragu meski Tahir adalah anggota Dewan Pertimbangan Presiden. “Aturan adalah aturan,” ungkap Harjuno di Jakarta, Sabtu (8/7/2023).
Dalam kasus dugaan pelanggaran BMPK ini, Hardjuno berharap concern utama OJK adalah memastikan keselamatan bank dan nasabah-nasabah bank. Hal ini penting demi stabilitas sistem perbankan dan keuangan di Indonesia.
“Kita apresiasi OJK yang mau menggandeng APH dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran BMPK Bank Mayapada. Ini kasus serius. Kita belajar dari BLBI, banyak pelanggaran menyangkut BMPK yang berujung kepada skandal besar,” jelasnya.
Baca Juga: Update Harga Terbaru 2023, Cek OTR Mobil City Car Suzuki Ignis, Sirion hingga Honda Brio
Selanjutnya, pegiat anti korupsi ini, mencontohkan dana BLBI yang dinikmati BCA yang dimiliki Salim Grup. Nilainya mencapai Rp32 triliun. Anehnya, ada kredit jumbo dari BCA yang mengalir ke Salim grup sebesar Rp52 triliun. Artinya, Salim Grup utang ke BCA sebesar Rp52 triliun.
“Patut diduga, polanya sama dengan BCA dan Mayapada. Kalau di BCA saat itu, kredit mengalir ke grup usaha Rp52 triliun, sedangkan Mayapada sekitar Rp23 triliunan,” ungkapnya.
Ironisnya, lanjut Hardjuno, pemerintah menjual BCA ke Farallon dengan harga yang tak masuk akal murahnya. Aset BCA Rp117 triliun, tapi dijual super obral 51 persen hanya Rp5 triliun. Patut diduga, bisa jadi pemilik lama masuk lagi ke bank tersebut.
Baca Juga: Jadi Partai Pertama, Golkar Keluarkan Rekomendasi Jaro Ade Maju jadi Calon Bupati Bogor 2024
“Siapa yang bisa menjamin, perusahaan yang kecipratan kredit jumbo itu, tidak terafiliasi dengan Mayapada. Atau kalau nanti bangkrut diambil alih pemerintah, kemudian dijual lagi, pemilik lama juga yang punya. Lewat perusahaan cangkang . Ini sangat tidak adil. Makanya kami mendukung OJK menggandeng aparat penegak hukum untuk membongkar kredit bermasalah di Bank Mayapada,” beber Hardjuno.
Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengawasan perbankan oleh OJK pada 2017-2019, Bank Mayapada termasuk 7 bank yang kesandung kredit bermasalah, di mana kredit Bank Mayapada terkonsentrasi di empat grup usaha, yakni, Hanson International (Bentjok), Intiland (HSG/Hendro Santoso Gondokusumo), Saligading Bersama (Musyanif) dan Mayapada Grup (Dato Tahir).
Besarnya kredit yang melanggar BMPK mengalir ke Hanson International sebesar Rp12,39 triliun, Intiland Rp4,74 triliun, Mayapada Group Rp3,3 triliun dan Saligading Bersama Rp3,13 triliun. Kalau ditotal angkanya Rp23,56 triliun.