Senin, 22 Desember 2025

Banyak Pesantren Belum Berstatus Muadalah, Pemda Bogor Punya Gebrakan Baru

- Jumat, 18 Maret 2022 | 16:01 WIB

METROPOLITAN - Seba­nyak 1.400 pondok pesantren di Kabupaten Bogor yang tidak memiliki pendidikan formal didorong menerapkan satuan pendidikan muadalah atau pendidikan khas pesantren. Langkah ini diambil Pemerin­tah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Tim Percepatan Pembangunan Strategis (TPPS) untuk meningkatkan angka rata-rata lama sekolah di Bumi Tegar Beriman. Anggota TPPS Kabupaten Bogor Saepudin Muhtar men­gatakan, rata-rata lama seko­lah di Kabupaten Bogor saat ini berada di angka 8,31 tahun. Masih jauh lebih rendah di­banding angka rata-rata lama sekolah secara nasional, ya­kni 8,54 tahun. Angka 8,31 tahun juga masih jauh dari yang ditargetkan Bupati Bogor Ade Yasin mel­alui program Karsa Bogor Cerdas, yaitu 8,61 tahun pada 2023. “Ketika semua pondok pesantren yang tidak memi­liki pendidikan formal sudah berstatus muadalah, akan meningkatkan angka rata-rata lama sekolah di Kabupa­ten Bogor. Karena setiap lu­lusan (pesantren, red) terca­tat sebagai peserta didik di dalam sistem,” ujar pria yang karib disapa Gus Udin, Kamis (17/3). Ketua Bidang Pendidikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor itu juga menduga salah satu penyebab minimnya angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Bogor karena banyak lulusan pondok pesantren yang belum berstatus muadalah. Sehing­ga, lulusannya tidak tercatat telah menempuh pendidikan resmi. Gus Udin menjelaskan sa­tuan pendidikan muadalah merupakan program pendi­dikan resmi yang berada di bawah Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren Ke­menterian Agama RI. Untuk itu, ia mendorong pondok pesantren yang tidak memiliki pendidikan formal untuk bekerja sama dengan PKBM sekitar wilayahnya serta membentuk Satuan Pen­didikan Muadalah sebagai­mana ketentuan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2019. “Langkah ini juga merupa­kan salah satu dari sembilan poin yang menjadi rekomen­dasi TPPS Kabupaten Bogor kepada bupati Bogor untuk meningkatkan angka rata-rata lama sekolah,” terangnya. Adapun sembilan rekomen­dasi yang dimaksud yakni, pertama, penetapan rata-rata lama sekolah tingkat kecamatan dan desa. Kedua, kurasi data penduduk usia sekolah dan usia 25–55 tahun yang belum mencapai wajib belajar sembilan tahun dengan meningkatkan peran pemerin­tah desa serta ketua RT dan RW. Ketiga, membentuk tim atau satgas tingkat kabupaten, ke­camatan dan desa untuk men­goptimalisasi Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) dengan dukungan Alokasi Dana Desa (ADD). Keempat, memberikan penghargaan atau awarding untuk kecama­tan dan desa yang mencapai angka rata-rata lama sekolah tertinggi. Kelima, mendorong pondok pesantren yang memiliki pen­didikan formal untuk beker­ja sama dengan PKBM sekitar wilayahnya serta membentuk Satuan Pendidikan Muadalah sebagaimana ketentuan Un­dang-Undang Nomor 18 Tahun 2019. Keenam, mendorong dunia usaha dan industri untuk me­ningkatkan tarap karyawannya secara berjenjang. Ketujuh, optimalisasi peran lembaga pendidikan, organisasi pro­fesi pendidik dan dunia usa­ha, serta melakukan gerakan satu guru lima siswa atau satu orang tua asuh untuk lima siswa. Kedelapan, memaksimalkan peran Ormas dan Majelis Ta’lim untuk mendorong anggotanya melanjutkan Pendidikan melalui Paket A, B dan C. Ter­akhir, mewajibkan belajar sembilan tahun untuk pe­merintah desa, mulai dari perangkat desa, hingga, RT dan RW. (fin/eka/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Kunker ke Kota Kisarazu, Bima Arya Perkuat Kerja Sama

Senin, 28 November 2022 | 16:01 WIB

Bantu Korban Gempa Cianjur, Antam Turunkan ERG

Kamis, 24 November 2022 | 11:08 WIB
X