METROPOLITAN.ID - Gerakan Pramuka di Indonesia memiliki sejarah panjang yang dimulai sejak masa Hindia-Belanda, tepatnya pada awal abad ke-20.
Kiprah kepanduan di Tanah Air diawali secara formal pada tahun 1912, ketika sekelompok pandu di Batavia (sekarang Jakarta) memulai latihan yang merupakan cabang dari organisasi kepanduan Belanda, Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).
Dua tahun berselang, cabang ini berdiri sendiri dan dinamakan Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) atau Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda.
Tahun 1916 menjadi titik penting dengan berdirinya Javaansche Padvinders Organisatie yang khusus beranggotakan pandu bumiputera.
Baca Juga: Bupati Pati Sudewo Tegaskan Tak Akan Mundur, Meski Didesak Ribuan Demonstran
Organisasi ini didirikan oleh Mangkunegara VII, pimpinan Keraton Solo, sebagai langkah memajukan kepanduan yang berakar pada budaya lokal.
Seiring waktu, kepanduan mulai berkembang ke berbagai basis agama, kesukuan, dan daerah.
Organisasi-organisasi seperti Hizbul Wathan (Paduin Muhammadiyah), Syarikat Islam Afdeling Pandu, Kepanduan Bangsa Indonesia, Pandu Ansor, Kepanduan Asas Katolik Indonesia, dan Kepanduan Masehi Indonesia turut melengkapi ragam kepanduan di tanah air.
Perkembangan kepanduan Indonesia bahkan menarik perhatian Lord Baden-Powell, Bapak Pandu Sedunia.
Pada awal Desember 1934, Baden-Powell bersama keluarganya mengunjungi organisasi kepanduan di beberapa kota besar seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya.
Baca Juga: Demo Pati Memanas! Massa Duduki Gedung DPRD, Tuntut Bupati Sudewo Mundur
Demonstrasi kemampuan kepanduan Indonesia tercermin pula dalam kehadiran delegasi pada Jambore Dunia 1933 di Hungaria sebagai pengamat, dan keikutsertaan penuh pada Jambore 1937 di Belanda yang melibatkan pandu keturunan Belanda, bumiputera, serta anggota dari kalangan Tionghoa dan Arab.
Di dalam negeri, kepanduan juga menampakkan eksistensinya melalui acara besar, salah satunya “Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem” atau All Indonesian Jamboree yang diselenggarakan pada 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.
Peristiwa ini memperkuat rasa persatuan di kalangan pandu Indonesia menjelang masa perjuangan kemerdekaan.